Kisah Nabi Muhammad

Terusirnya Yahudi Bani an-Nadhir dari Madinah (1/2)

Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah hidup di lingkungan yang lebih majemuk dibandingkan sewaktu beliau berada di kampung halamannya Mekah. Selain tinggal bersama orang-orang musyrik Arab, Rasulullah juga hidup bertetangga dengan ahlul kitab dari kalangan Yahudi. Di antara kabilah Yahudi yang tinggal di Madinah adalah kabilah Bani an-Nadhir.

Sebagai penguasa Madinah, Rasulullah menetapkan beberapa aturan dalam muamalah masyarakat yang heterogen ini. Beliau juga mengikat perjanjian dengan beberapa kabilah Yahudi termasuk Bani an-Nadhir. Namun demikianlah orang-orang Yahudi, mereka tidak pandai memegang janji. Akhirnya mereka pun terusir dari Kota Madinah.

Siapakah Bani an-Nadhir?

Bani Nadhir adalah kabilah Yahudi yang tinggal di wilayah Utara Jazirah Arab, di sebuah oase yang dahulu dikenal dengan nama Yatsrib. Mereka tinggal di wilayah tersebut hingga nama kota itu berganti dengan Madinah an-Nabawiyah. Pada abad ke-7 M, mereka pun terusir dari wilayah yang telah lama mereka diami karena penghianatan perjanjian yang mereka lakukan.

Sebelum kedatangan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di Kota Madinah, kabilah-kabilah Yahudi seperti Bani Qainuqa’, Bani Quraizhah, dan Bani Nadhir sering terlibat perselisihan bahkan peperangan dengan kabilah-kabilah besar Arab di sana, semisal Aus dan Khazraj. Di antara mereka ada yang bersekutu dengan Aus untuk memerangi Khazraj, demikian pula sebaliknya ada yang bersekutu dengan Khazraj untuk memerangi Bani Aus. Sampai suatu hari orang-orang Yahudi Yatsrib ini berdoa,

اللهم ابعث هذا النبي الذي نجده مكتوبا عندنا حتى نغلب المشركين ونقتلهم

“Ya Allah, utuslah kepada kami seorang Nabi yang kami dapati tercatat dalam kitab kami (Taurat), hingga kami bisa mengalahkan dan membunuh orang-orang musyrik (Arab).”

Mereka berdoa agar Allah mengutus Rasul kepada mereka. Tatkala Allah mengutus Rasul tersebut dari bangsa Arab bukan dari kalangan mereka, mereka pun mengkufurinya karena hasadnya mereka terhadap bangsa Arab. Walaupun mereka mengetahui bahwa laki-laki Arab itu (Nabi Muhammad) adalah utusan Allah.

Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala,

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ ۚ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ

“Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (QS. Al-Baqarah: 89).

Sebab Terusirnya Bani Nadhir dari Madinah

Ada beberapa sebab yang melatar-belakangi terusirnya Bani Nadhir dari Kota Madinah, di antaranya:

Pertama, Bani Nadhir merusak perjanjian mereka dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya mereka tidak akan mengganggu dan melakukan tindakan ofensif terhadap umat Islam. Tidak hanya mengganggu umat Islam, Bani Nadhir menjalin persengkongkolan dengan kafir Quraisy untuk memerangi Rasulullah dan para sahabatnya. Salah seorang tokoh Bani Nadhir yang bernama Salam bin Misykam mengadakan pertemuan dengan Abu Sufyan untuk mengabarkan tentang keadaan kaum muslimin di Madinah.

Kedua, melakukan percobaan pembunuhan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ini adalah kesalahan fatal yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi dari Bani Nadhir. Mereka mencoba untuk membunuh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal sebelumnya mereka telah berjanji untuk tidak mengganggu seorang muslim pun.

Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama beberapa orang sahabatnya pergi ke perkampungan Bani Nadhir untuk meminta diyat terkait terbunuhnya dua orang dari Bani Kilab oleh Amr bin Umayyah ad-Damiri. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutarakan maksud kedatangan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Bani Nadhir , awalnya mereka menyanggupinya. Mereka mengatakan :

نَفْعَلُ يَا أَبَا القَاسِمِ , اجْلِسْ حَتَّى نَقْضِيَ حَاجَتَكَ

Wahai Abul Qasim, kami akan memenuhinya. Silahkan duduk sampai kami bisa memenuhi kebutuhanmu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di dekat tembok rumah mereka bersama Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu , Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu , Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan beberapa sahabat lainnya.

Sementara di tempat lain orang-orang Bani Nadhir berkumpul dan berencana membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka mengatakan, “Siapa diantara kalian yang mau menjatuhkan batu ini ke kepala Muhammad sampai pecah ?”

Salah satu dari mereka yang bernama Amru ibnu Jihasy mengatakan, ”Saya.”

Mendengar rencana ini, Salam bin Misykam berusaha mencegah mereka, ”Jangan kalian lakukan! Demi Allah, pasti Allah akan memberitahukan rencana kalian ini kepadanya.” Peringatan Salam bin Misykan ini tidak diindahkan. Mereka tetap berencana meneruskan niat jahat mereka.

Apa yang dikhawatirkan Salam bin Misykan pun benar-benar terjadi, Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui Malaikat Jibril ‘alaihissallam memberitahukan rencana tersebut. Setelah mendapat wahyu itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam segera beranjak dari tempat duduknya tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan pulang ke Madinah begitu pula para sahabat. Mereka bertanya tentang apa yang menyebabkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba bangkit dari tempat beliau dan pulang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan niat keji orang-orang yahudi yang hendak membunuhnya.

Tidak beberapa lama, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Muhammad bin Maslamah untuk menyampaikan keputusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Bani Nadhir. Muhammad bin Maslamah berkata kepada orang-orang Yahudi Bani Nadhir, “Keluarlah kalian dari Madinah. Aku beri kalian tenggat waktu 10 hari. Jika aku menemu kalian setelah 10 hari tersebut, akan aku tebas batang lehernya!”

Sumber:
– Shalabi, Ali Muhammad. 2007. Ghazawatu ar-Rasul, Durus wa ‘Ibar wa Fawa-id. Kairo: Muassasah Iqra.
– alaukah.net

Bersambung ke: Terusirnya Yahudi Bani an-Nadhir dari Madinah (2/2)

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

Flashdisk Video Belajar Iqro - Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28

Leave a Reply