Kisah Nabi Muhammad

Istri-istri Nabi Muhammad (Bagian 2/2)

Ketujuh, Zainab binti Jahsy.

Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy dilahirkan pada tahun 32 sebelum hijrah. Ibunya adalah Umaimah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ummul mukminin Zainab binti Jahsy adalah wanita terhormat saudari dari Abdullah bin Jahsy, sang pahlawan Perang Uhud yang dimakamkan satu liang dengan paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthalib radhiallahu ‘anhu.

Sebelum menjadi istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Zainab adalah istri dari anak angkat Nabi yakni Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu. Pernikahan keduanya tidak berjalan langgeng karena perbedaan kafaah. Akhirnya perceraian pun terjadi.

Lalu Zainab dinikahi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu, Zainab berusia 37 tahun. Berjalanlah biduk rumah tangga Rasulullah dengan Zainab selama 6 tahun, hingga Rasulullah wafat. Di antara keistimewaan Zainab binti Jahsy radhiallahu ‘anha adalah Allah Ta’ala yang menjadi walinya saat menikah dengan Rasulullah.

Di antara hikmah pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Zainab adalah meluruskan budaya yang keliru pada masyarakat kala itu. Orang-orang saat itu beranggapan bahwa anak angkat sama statusnya dengan anak kandung. Anggapan ini tentu saja akan berdampak pada hukum-hukum syariat yang lainnya; waris, mahram, pernikahan, dll. Tradisi dan anggapan ini kian mengakar di masyarakat Islam pada saat itu sehingga perlu diluruskan. Karena itu, Allah Ta’ala memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikahi Zainab binti Jahys radhiallahu ‘anha, untuk menghapus anggapan demikian. Jika tidak anggapan ini akan berdampak berat bagi umat manusia, secara khusus lagi umat Islam.

Ummul mukminin Zainab binti Jahsy radhiallahu ‘anha wafat pada masa pemerintahan Umar bin al-Khattab tahun 21 H dengan usia 53 tahun.

Kedelapan, Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhirar.

Ummul mukminin Juwairiyah binti al-Harits al-Kuza’iyah al-Qurasyiyah dilahirkan tahun 14 sebelum hijrah. Ia adalah wanita yang sangat cantik dan memiliki kedudukan mulia di tengah kaumnya. Ayahnya, al-Harits bin Abi Dhirar, adalah kepala kabilah Bani Musthaliq.

Suatu hari al-Harits bin Abi Dhirar mengumpulkan pasukan untuk menyerang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendengar kabar tersebut, Rasulullah segera bertindak cepat dan bertemulah kedua pasukan di sebuah oase yang dikenal dengan Muraisi’. Peperangan itu dimenangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Al-Harits bin Abi Dhirar tewas dalam peperangan sedangkan Juwairiyah bin al-Harits menjadi tawanan.

Juwairiyah dijatuhkan sebagai bagian dari Tsabit bin Qais bin Syammas yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengannya. Namun Juwairiyah tidak menerima hal ini. Ia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar bersedia menebus dirinya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan tawaran yang lebih terhormat daripada hal itu. Nabi menawarkan diri untuk menikahinya. Dengan gembira Juwairiyah menerima tawaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hikmah dari pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Juwairiyah adalah untuk menaklukkan hati Bani Musthliq agar menerima dakwah Islam. Lantaran pernikahan ini, para sahabat membebaskan tawanan-tawanan Bani Mustaliq yang jumlahnya sekitar 100 keluarga. Para sahabat tidak rela kerabat Rasulullah menjadi tawanan. Aisyah radhiallahu ‘anha pun memuji Juwairiyah sebagai wanita yang penuh keberkahan untuk kaumnya.

Pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Juwairiyah berlangsung pada tahun ke-5 H. Saat itu ummul mukminin Juwairiyah binti al-Harits radhiallahu ‘anha berusia 19 atau 20 tahun. Rumah tangga nubuwah ini berlangsung selama 6 tahun.

Ummul mukminin Juwairiyah binti al-Harits wafat pada tahun 56 H saat berusia 70 tahun.

Kesembilan, Shafiyah binti Huyai bin Akhtab.

Sebelum memeluk Islam, Ummul mukminin Shafiyah binti Huyai adalah seorang wanita Yahudi dari Bani Nadhir. Ayahnya, Huyai bin Akhtab, adalah tokoh terkemuka di kalangan Yahudi dan termasuk ulama Yahudi di masa itu. Nasab ummul mukminin Shafiyah radhiallahu ‘anha bersambung sampai Nabi Harun bin Imran ‘alaihissalam. Jadi beliau adalah wanita dari kalangan Bani Israil. Ummul mukminin Shafiyah lahir pada tahun 9 sebelum hijrah.

Setelah Bani Nadhir diusir dari Madinah, mereka hijrah menuju perkampungan Yahudi di Khaibar. Dalam Perang Khaibar, Allah Ta’ala memenangkan kaum muslimin. Banyak harta rampasan perang dan tawanan yang dikuasai oleh kaum muslimin. Di antara mereka adalah Shafiyah binti Huyai. Awalnya Shafiyah termasuk pendapatan perang dari sahabat yang mulia, yang Malaikat Jibril sering datang dalam bentuk fisiknya yaitu Dihyah bin Khalifah radhiallahu ‘anhu. Namun karena kedudukan Shafiyah, ada seorang sahabat yang datang mengajukan agar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima Shafiyah. Kemuliaan Shafiyah sebagai wanita pemuka Bani Quraizhah dan Bani Nadhir hanya layak disandingkan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Setelah menerima Islam, Rasulullah menikahi Shafiyah. Pernikahan pun dilangsungkan, yaitu pada tahun 8 H. Rumah tangga mulia ini berlangsung selama 4 tahun hingga wafatanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hikmah pernikahan ini adalah Islam menjaga kedudukan seseorang, tidak merendahkannya malah menjadikannya kian mulia. Siapa yang mulia sebelum Islam, maka dia juga dimuliakan setelah berislam.

Ummul mukminin Shafiyah binti Huyai wafat pada tahun 50 H di zaman pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu. Saat itu usia beliau 59 tahun.

Kesepuluh, Ummu Habibah.

Nama Ummu Habibah adalah Ramlah binti Abu Sufyan. Beliau dilahirkan pada tahun 25 sebelum hijrah. Ia merupakan putri dari salah seorang tokoh Quraisy yakni Abu Sufyan bin Harb radhiallahu ‘anhu.

Ummu Habibah radhiallahu ‘anha masuk Islam lebih dahulu dibanding ayahnya dan saudara laki-lakinya, Muawiyah bin Abu Sufyan. Bersama suaminya Ubaidullah bin Jahsy ia hijrah ke negeri Habasyah. Namun sayang, ketika di Habasyah suaminya murtad berpindah agama menjadi seorang Nasrani. Ummu Habibah dihadapkan pada kenyataan pahit, apakah harus turut bersama suaminya menjadi Nasrani, bertahan di Habasyah hidup dalam pengasingan, atau kembali ke Mekah dalam kekangan sang ayah yang tatkala itu masih kafir.

Akhirnya kabar gembira tak terduga datang menghampiri Ummu Habibah. Melalui an-Najasyi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melamarnya. Pernikahan pun digelar, namun ada sesuatu yang berbeda dengan pernikahan ini, saat resepsi mempelai laki-lakinya diwakilkan oleh an-Najasyi. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di Madinah. Pada tahun 6 atau 7 H, barulah Ummu Habibah radhiallahu ‘anha tiba di Madinah. Saat itulah kehidupan rumah tangganya bersama Rasulullah dimulai. Usia rumah tangga ini berjalan selama kurang lebih 4 tahun, berakhir dengan wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ummu Habibah wafat pada tahun 69 H dengan usia 44 tahun.

Kesebelas, Maimunah binti al-Harits bin Hazn.

Ummul mukminin Maimunah binti al-Harits dilahirkan pada tahun 29 sebelum hijrah. Ia adalah saudari dari Ummu al-Fadhl, istri paman Nabi, al-Abbas bin Abdul Muthalib. Ia juga merupakan bibi dari Abdullah bin Abbas dan Khalid bin al-Walid radhiallahu ‘anhuma.

Maimunah binti al-Harits adalah wanita terakhir yang dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat menikah dengan Nabi, ia telah berusia 36 tahun. Nabi menikahinya pada tahun 7 H, satu tahun setelah perjanjian Hudaibiyah.

Hikmah dari pernikahan Nabi dengan ummul mukminin Maimunah adalah menundukkan hati Bani Hilal untuk menerima Islam, kemudian meneguhkan keislaman mereka.

Pada saat mengadakan safar antara Mekah dan Madinah, tahun 51 H, ummul mukmini Maimunah binti al-Harits wafat. Usia beliau saat itu adalah 80 atau 81 tahun.

Mariyah al-Qibtiyah

Mariyah al-Qibtiyah radhiallahu ‘anha sering dinyatakan oleh sebagian orang termasuk di antara ummahatul mukminin. Namun yang lebih tepat beliau tidak termasuk dari kalangan ummahatul mukminin. Seorang wanita dikatakan ummahatul mukminin apabila Nabi mengikat akad pernikahan dengannya dan menggaulinya, walaupun kemudian bercerai. Dengan demikian, wanita yang dinikahi Rasulullah akan tetapi belum digaulinya tidak disebut sebagai ummahatul mukminin. Sama halnya, seorang wanita yang digauli Rasulullah bukan karena ikatan pernikahan –karena budak-, maka ia tidak disebut sebagai ummahatul mukminin.

Dari sini, kita mengetahui bahwa Mariyah al-Qibtiyah bukanlah ummahatul mukminin, karena Nabi tidak mengikat akad pernikahan dengannya.

Hikmah dan Tujuan Pernikahan Nabi

Setelah membaca 11 biografi singkat ibu-ibu orang yang beriman kita bisa memberi kesimpulan bahwa pernikahan nabi bukanlah berorientasi sexual. Kita bisa memahami bahwa pernikahan beliau memiliki hikmah:

Politik dan dakwah: seperti menikahi anak-anak ketua kabilah agar kabilah tersebut menerima Islam dan semakin menguatkan posisi umat Islam di tanah Arab.

Sosial: seperti menikahi janda, Rasulullah menjadi pelindung dan penanggung kebutuhan mereka dan anak-anaknya.

Syariat: mengubah adat istiadat yang bertentangan dengan syariat. Dari sini kita ketahui, ketika adat istiadat berbenturan dengan syariat, adat istiadatlah yang tunduk kepada syariat bukan syariat yang tunduk dan harus beradaptasi dengan adat istiadat setempat.

Tabel Nama dan Usia Istri-Istri Nabi

Tabel Nama dan Usia Istri-Istri Nabi

Sumber:
– Muhammad, Bassam Hamami. 1993. Nisa Haula ar-Rasul. Damaskus.
– islamstory.com

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

Flashdisk Video Belajar Iqro - Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28

28 Comments

  1. dian

    Knp mariyah al qibtiyah tidak dinikahi nabi, tapi di gauli karena budak.. apakah budak boleh dgauli…? Mohon penjelasannya ustad…terima kasih

    • Comment by post author

      hadi

      Menggauli budak diperbolehkan, sebagaimana firman Allah:

      “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki.” (QS. Al-Mu’minun 5-6)

      • Anton

        apakah artinya seorang lelaki boleh menggauli budaknya ? apakah itu artinya berzinah dengan budak ??? mohon penjelasannya ustadz.

        • Comment by post author

          admin

          Dijelaskan dalam firman Allah: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mu’minun: 5-7).

          Dengan demikian menggauli budak bukanlah zina..

          • Juliandri

            Apakah ini berarti para TKI yang bekerja di Arab dianggap sebagai budak yang boleh digauli ? tetapi karena perbedaan budaya para TKI ini menolak digauli tuannya dan dapat menyebabkan terjadinya kekerasan/ pembunuhan yang berujung pada hukuman mati bagi pelaku (TKI) yang menolak utk digauli tsb ? Maaf ini hanya imajinasi saya yg mungkin saja bisa terjadi. Bagaimana pendapat Ustad ?

          • Comment by post author

            admin

            Pembantu bukan budak, dan orang Arab paham akan hal itu. Banyak faktor yang tidak seperti diberitakan media. Masalah TKI kita sudah ada sejak sebelum berangkat ke Arab, mulai dari kurang pembekalan oleh PJTKI, TKI yg menggunakan sihir utk menaklukkan majikan, dll.

  2. heni

    ‘afwan di tabel nama dan usia istri2 nabi. Tertulis khodijah wafat tahun 3 H. yang benar bukankah 3 SH?

  3. ariv

    Budak itu mksudnya gmn?

  4. shafiya

    Telah menjadi tradisi pada zaman dahulu adanya perdagangan manusia yg disebut dengan budak, walaupun pada zaman kini telah dilarang. Mariyah Qibtiyah merupakan seorang wanita budak yg dihadiahkan oleh seorang Pembesar dari Mesir (ЌäĽ☺ sy salah mohon dibetulkan) kepada Rasulullah. Dengan beliau Rasulullah sempat memiliki seorang putra yg bernama Ibrahim akan tetapi wafat dalam usia yg masih balita. Demikian sedikit yang bisa saya sampaikan. Kurang lebihnya mohon dimaafkan. Bila ada salahnya mohon pembetulan dr P Ustadz.

  5. Nsidik

    Subhanallah….. mg yg mpunya room senantiasa sehat & dlm limpahan karunia ALLAH. amin

  6. wisata bromo

    Alhamdulillah sedikit memperluas kisah Rosulullah.

  7. Yegie

    Kalau memang Rasulullah tidak mengedepankan sexual lalu mengapa Rasulullah menggauli budak, sementara Beliau sudah mempunyai istri-istri yang sah? Lalu apakah di zaman sekarang boleh menikahi perempuan sebanyak itu dan boleh menggauli budak?

    • Comment by post author

      admin

      Yang mesti didudukkan adalah Allah Maha Bijaksana dalam ketetapan hukumnya. Menggauli budak diperbolehkan didalam Islam dan termaktub di Alquran.
      “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mu’minun: 5-7).

      Hanya Rasulullah yang diberi kekhususan menikahi lebih dari 4 perempuan dengan alasan yg telah kami sebutkan di artikel. Menggauli budak boleh.

  8. Eka

    Ustad , nabi kitakan punya 11 istri yah ! Diantara istrinya punya anak gak? Kok anak” nabi kita gk pernah sekali pun sy dngr nama dn kisah tntg anak nya ;( tlg jelsin yah ustad

  9. jadipintar.com

    Subhanallah, tulisan yang penting karena merupakan sejarah orang nomor satu dalam agama Islam yang perlu diketahui sejarah dan perjuangannnya, terima kasih sharenya, jazaakallaahu khaira.

  10. lita

    ketika nabi SAW menikahi ummu habibah, disebutkan diwakilkan kepada an-Najasyi, kemudian ketika sampai Makkah maka baru bercampur. yang jadi pertanyaan, apakah hal demikian yang bisa dijadikan contoh ‘akad nikah jarak jauh’? Mengingat ada yang melaksanakan akad nikah antar negara hanya menggunakan webcam.

  11. M. Maaruf

    Apakah perjalanan hidup nabi kita ini bisa kita contoh ya?
    Menngauli budak? Mengapa tidak diterapkan itu. Sedangkan telah dijelaskan sebelumnya bahwa hikmad dari menikah ini adalah mengubah syariat. Adat tunduk dibawah syariat.

    Mohon penjelasan.

  12. ijam

    yg mau saya tanya kan,,apa hikmah nya rasul menikahi aisyah pada usia 7 thn,dan menggaulinya saat berusia 9 thn,,itu kan anak2 sekali,,sedangkn saat itu rasullullah berusia 49 thn(sdh kakek) dan masih punya istri 8 org+1 budak,,,,imajinasi saya itu juga yg menyebabkan orang barat memperolok rasullullah sebagai pencari/pemburu sexual…mohon penjelasan nya ya ADMIN…

    • Comment by post author

      admin

      Kalau cara berpikir kita seperti itu, sama saja kita menimbang sosial kultural masa lalu dengan parameter masa kini. Menilai masa lalu harus dengan kebudayaan yang berlaku pada masa itu. Abu Jahal dll. sangat mencela Rasulullah dalam segala hal, peluang sekecil apapun akan mereka ambil untuk merendahkan Rasulullah, sampai bohong dan fitnah pun mereka lakukan.

      Tapi tidak ada satu pun riwayat, Abu Jahal mencela pernikahan beliau dengan Aisyah. Apa artinya? Karena menurut Abu Jahal dll. hal tersebut bukanlah suatu aib dan celah untuk mengkerdilkan kedudukan beliau. Artinya pernikahan seperti itu bukan suatu yang janggal di masa itu.

    • Bang Oditya

      Assalamualaikum.
      Saya coba menjawab, kalau saya salah tolong diingatkan.
      Aisyah adalah istri ke-3. Jadi pada saat itu istri Nabi hanya Saudah (dikarenakan Khadijah sudah meninggal).
      Saya juga merasa agak janggal ketika menggauli anak 9 tahun.
      Mungkin pada saat itu Aisyah sudah baligh dan kemungkinan kebudayaan disana banyak menikah pada usia tersebut.
      Hope these answer your question.

  13. Lyzard

    Subhanallah…Sumber ilmu yang amat diperlukan. Minta izin di konsi ilmunya untuk kejalan allah. mudah mudahan tuan dirahmati Allah S.W.T

  14. donna

    Di antara keistimewaan Zainab binti Jahsy radhiallahu ‘anha adalah Allah Ta’ala yang menjadi walinya saat menikah dengan Rasulullah.

    mau tanya, di atas kan di sebutkan Allah Ta’ala yang menjadi walinya yaa, itu bagaimana bisa ? Alloh mewujudkan diriNya kah ? atau bagaimana ? mohon balasannya. terimakasih

    • Comment by post author

      Salah satu prisip dalam mengkaji nama dan sifat Allah adalah kita tidak boleh “membagaimanakan” tata caranya. Para ulama tidak pernah membahasnya bagaimana perwujudan Allah ketika itu, karena hal itu di luar nalar dan logika manusia.

      “Kalian dinikahkan oleh wali-wali kalian, sementara aku dinikahkan oleh Allah dari atas ‘Arsy-Nya.” (Diriwayatkan oleh Zubair bin Bakar dalam Al-Muntakhob min Kitab Azwajin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 1:48 dan Ibnu Sa’d dalam Thabaqah Kubra, 8:104-105 dengan sanad yang shahih).
      Simka di https://kisahmuslim.com/2360-zainab-wanita-yang-dinikahkan-langsung-oleh-allah.html

      Ketika membahas hadit ini, para ulama menjelaskan bahwa para sahabat Nabi meyakini Allah berada di atas Arsy. Bukan membahas bagaimananya.
      Mudah-mudahan jawabannya mencukupi… Barakallahu fik..

Leave a Reply