Syariat Islam adalah gambaran ideal dalam memberi perhatian bagi anak, memelihara, dan menjaganya. Khalifah ar-Rasyid, Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu menetapkan santunan dari Baitul Mal bagi anak-anak yang telah selesai masa penyapihannya (menyusui). Yakni usia di atas dua tahun.
Mengetahui kebijakan demikian, para ibu mempercepat masa penyapihan anak-anaknya. Mereka ingin segera mendapat santunan pemerintah, demi meringankan beban rumah tangga. Umar terkejut melihat respon ibu-ibu itu. Lalu ia bertekad, meninggalkan tempat tidur. Kemudian ia haramkan matanya untuk terlelap. Dan hampir-hampir orang yang shalat mendengar jelas suara Umar ketika membaca Alquran (dalam shalat). Suara tangisnya meninggi terpengaruh dengan ayat yang ia baca. Seusai shalat, Umar mengeluarkan kebijakan, santunan diberikan kepada setiap anak sejak mereka dilahirkan. Ia tempuh kebijakan ini demi menjaga dan melindungi anak-anak. Dan juga menyenangkan hati para ibu yang sedang menyusui (Thabaqat Ibnu Said, (III: 298); ar-Riyadh an-Nadhirah, (II: 389); dan ath-Thifl fi asy-Syari’ah al-Islamiyah).
Memecat Gubernur Yang Tidak Mencandai Anak
Suatu kali salah seorang gubernur masuk menemui Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Gubernur itu melihat Khalifah Umar sedang berbaring terlentang. Sedang anak-anaknya bermain-main mengelilingnya. Si gubernur tidak setuju dengan sikap atasannya yang diam, membiarkan anak-anak membuat kegaduhan. Umar bertanya kepadanya, “Bagaimana sikapmu terhadap keluargamu?” Si gubernur menjawab, “Jika aku masuk, maka orang-orang yang berbicara menghentikan bicaranya”. Barangkali si gubernur ingin mengesankan bahwa ia adalah tipe pemimpin yang berwibawa dan ditakuti.
Umar menimpali, “Silahkan berhenti dari aktivitas kami, kamu tidak menyayangi keluarga dan anak-anakmu, lantas bagaimana mungkin kamu menyayangi umat Muhammad ﷺ!?” (ath-Thifl fi asy-Syari’ah al-Islamiyah, Hal: 208).
Umar radhiallahu ‘anhu mencopot si gubernur karena sikap kaku dan kasarnya kepada orang-orang terdekatnya, yaitu keluarga dan anak-anaknya. Sikap Umar ini merupakan buah didikan pemimpin anak Adam, Nabi Muhammad ﷺ, yang mengajarkan perhatian dan kasih sayang terhadap anak-anak. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah ﷺ mencium Hasan bin Ali, di sisi beliau ada Aqra bin Habis at-Tamimi yang sedang duduk. Aqra berkata, ‘Saya punya sepuluh orang anak, tidak seorang pun di antara mereka pernah aku cium’. Rasulullah menatapnya seraya bersabda, ‘Barangsiap yang tidak mengasihi, maka ia tidak mengasihi’. (HR. al-Bukhari 5997 dan Muslim 2318).
Penutup
Apa yang dipraktikkan oleh Umar bin al-Khattab dalam pemerintahnya menggambarkan sejauh mana perhatian Islam terhadap anak-anak. Umar juga berhasil memberikan kesan bahwa pemerintahan Islam yang benar-benar menerapkan syariat, adalah pemerintahan yang humanis. Syariat Islam adalah sistem hukum yang sempurna dan komperhensif, mencakup seluruh urusan dunia dan akhirat. Memberi jaminan untuk anak dan membuat tenang orang tua. Cita-cita syariat Islam adalah mewujudkan kebahagiaan umat manusia seutuhnya, di dunia dan akhirat.
Dan kita membantah tipu daya media, yang memberikan kesan, pemerintahan Islam adalah pemerintahannya ISIS. Ketika syariat Islam diterapkan yang terjadi adalah praktik kekejaman ISIS. Semoga Allah ﷻ melindungi kita dari tipu daya media-media yang demikian.
Sumber:
– al-Qahthani, Said bin Ali bin Wahf. 2015. Panduan Lengkap Tarbiyatul Aulad. Solo: Zamzam.
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.