Budaya Arab: Perang Antar Suku
Banyak kemiripan sifat dan kejadian yang ada di masa jahiliyah dengan keadaan kita sekarang. Kita sepakat, masa jahiliyah adalah keadaan buruk. Dengan mempelajari kisah mereka kita bisa mengambil hikmah dan solusi dari apa yang sedang kita hadapi saat ini.
Masayarakat jahiliyah memiliki gap (kesenjangan) sosial yang besar. Hal itu disebabkan fanatik kesukuan yang begitu tinggi yang mereka miliki. Fanatik suku membawa mereka ke medan perang. Seolah-olah solusi hanya mendapat jawaban dengan pedang. Tak jarang karena masalah sepele, tapi ratusan bahkan ribuan nyawa harus dikorbankan.
Masyarakat modern saat ini, juga masih berkutat pada masalah yang sama. Mereka sebut isu ini dengan konflik SARA (suku, agama, dan ras). Loyalitas sebagian kaum muslimin atau manusia pada umumnya saat ini, dibangun berdasarkan suku, partai, negara, bahkan klub sepabola atau organisasi lainnya.
Peristiwa Sebelum Islam Datang
Ibnu al-Atsir mengisahkan tentang banyaknya perang di masa jahiliyah dalam kitabnya al-Kamil fi at-Tarikh. Ia mengatakan, “Saya sebutkan hari-hari yang dikenal dan perang-perang yang dikisahkan. Yang merangkum banyak konflik yang sengit. Namun hal itu belum termasuk perampokan, karena hal itu meluas dari tema bahasan.” (Ibnu al-Atsir dalam al-Kamil fi at-Tarikh, 1/454).
Masyarakat dunia sekarang juga melakoni sangat banyak perang. Saat ini, katanya peperangan jauh merosot jumlahnya setelah Perang Dunia II, tapi kita masih merasa, dunia banyak berperang.
Di masayarakat jahiliyah, terkadang sesama saudara saling berperang. Ja’far bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu bercerita singkat kepada Raja an-Najasyi tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam,
أَيُّهَا الْمَلِكُ، كُنَّا قَوْمًا أَهْلَ جَاهِلِيَّةٍ نَعْبُدُ الأَصْنَامَ، وَنَأْكُلُ الْمَيْتَةَ وَنَأْتِي الْفَوَاحِشَ، وَنَقْطَعُ الأَرْحَامَ، وَنُسِيءُ الْجِوَارَ يَأْكُلُ الْقَوِيُّ مِنَّا الضَّعِيفَ
“Wahai Raja, kami dulu adalah orang-orang yang diliputi kebodohan. Kami menyembah patung. Memakan bangkai (hewan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah). Dan melakukan perbuatan keji. Kami memutus tali kekerabatan. Berlaku buruk terhadap tetangga. Yang kuat menindas yang lemah.” (HR. Ahmad, No: 1740. Syu’aib al-Arnauth mengatakan, “Sanadnya hasan”. Sedang menurut al-Abani shahih).
Di antara konflik yang terjadi di masa jahiliyah adalah:
Perang al-Basus
Perang al-Basus adalah konflik antara bani Bakr dan Taghlib. Berlangsung begitu lama, hingga 40 tahun (494-534 M). Al-Basus adalah nama seorang wanita, bibi dari Jasas bin Murrah al-Bakry. Wanita ini memiliki seekor onta yang dinamai Sarab. Suatu hari Sarab masuk bercampur dengan onta milik tokoh Arab ketika itu, Wail bin Rabi’ah at-Taghliby, yang lebih dikenal dengan sebutan Kulaib.
Saat itu kondisi perasaan Kulaib sedang tidak nyaman. Ia kesal karena istrinya, Jalilah binti Murrah, mengganggap saudaranya, al-Jasas, lebih mulia darinya. Kulaib pun memanah onta bibi Jasas yang nyasar ke pemukimannya. Matilah si onta dan muncullah malapetaka. Jasas kesal dengan perlakuan Kulaib yang membunuh onta bibinya. Namun Kulaib, sang tokoh Arab, malah mengucapkan kalimat yang tidak menyenangkan. Ia mengancam kalau mau, ia bisa membunuh semua ontanya. Jasas naik pitam, lalu menghujamkan pedangnya kepada Kulaib.
Norma di masa itu, bagaimana pun kedudukan seseorang, ia tidak pantas dibunuh karena seekor onta. Lalu bagaimana dengan Kulaib? Seorang penguasa Arab. Jasas sadar ia telah melakukan kesalahan besar. Namun tiadalah berarti lagi penyesalan itu. Genderang perang telah ditabuh. Mengalirlah darah antara dua kabilah, Taghlib dan Bakr, selama 40 tahun lamanya (Ayyamul Arab fi al-Jahiliyah oleh Muhammad, Jad, Hal: 142).
Perang Dahis dan Ghubara
Dahis dan Ghubara adalah nama dua orang penunggang kuda. Keduanya adu pacu, kemudian salah seorang dari mereka memukul kuda kompetitornya agar tidak lebih dulu memasuki garis finis. Kemudian pecahlah perang antar dua kabilah. Ribuan orang terbunuh karenanya (al-Kamil fi at-Tarikh, 1/473).
Keributan serupa juga terjadi di masa kita. Di bidang yang sama, olahraga. Pernah terjadi Tragedi Heysel. Karena perselisihan pendukung klub sepak bola, dalam satu waktu, 39 orang tewas dan 600 lebih luka-luka.
Yaum Bi’ats
Yaum Bi’ats adalah perselisihan antara kabilah Aus dan Khazraj (di Madinah) di masa jahiliyah. Perselisihan ini berlangsung sangat lama. Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan bahwa perang ini berlangsung selama 30 tahun (Fathu al-Bari, 2/441). Berakhir ketika Islam masuk Kota Madinah itu. Mempersaudarakan mereka dan menghilangkan sekat-sekat kesukuan.
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara.” (QS:Ali Imran | Ayat: 103).
Perang Fijar
Di antara peristiwa paling masyhur pada masa Arab jahiliyah adalah Perang Fijar. Perang antara Quraisy yang bersekutu dengan Kinanah berhadapan dengan Qais yang bersekutu dengan Ilan. Perang ini meletus pada saat Nabi ﷺ berusia dua puluh tahun.
Perang ini dinamakan Perang Fijar karena dinodainya kesucian bulan haram. Dalam perang ini, Rasulullah ﷺ ikut serta dan membantu paman-pamannya dengan menyediakan anak panah untuk mereka. Kisah selengkapnya bisa disimak di al-Kamil fi at-Tarikh, 1/527-532 dan 598-607.
Yaum Ain Abagh
Yaum Ain Abagh adalah peperangan antara kabilah Ghasan dan Lakhm. Pemimpin Ghasan adalah al-Harits. Sedangkan pemimpin Lakhm adalah al-Mundzir. Mundzir terbnuh di perang tersebut. Orang-orang Lakhm pun kalah dan berlarian mundur. Namun orang-orang Ghasan tetap mengejar mereka hingga korban semakin bertambah (al-Kamil fi at-Tarikh, 1/487).
Yaum Awarah
Awarah adalah sebuah bukit. Peperangan ini terjadi antara Raja Hirah, al-Mundzir bin Imril Qais, dengan Bakr bin Wail. Pemicunya adalah persekongkolan Bakr dengan Salamah bin al-Harits.
Peperangan berhasil dimenangkan Mundzir bin Imril Qais. Mundzir bersumpah akan menyembelih mereka semua hingga darah mereka mengalir dari puncak Bukit Awarah sampai di kaki bukit. Ia terus menyembelih musuh-musuhnya. Sampai darah mengering dan membeku. Lalu ia tumpahkan air pada darah itu hingga mengalir ke kaki bukit. Ia penuhi sumpahnya (al-Kamil fi at-Tarikh, 1/497).
Yaum al-Kulab al-Awwal
Kisah lain, yang menceritakan betapa mudahnya darah ditumpahkan di masa jahiliyah adalah peristiwa Yaum al-Kulab al-Awwal. Peperangan terjadi antara dua bersaudara; Syurahil bin al-Harits bin Amr al-Kindy dengan Salamah bin al-Harits bin Amr al-Kindy.
Syurahil dan Salamah beserta sekutu keduanya bertempur di wilayah al-Kulab. Sebuah daerah antara Bashrah dan Kufah. Perang semakin sengit berkecamuk. Hingga seseorang di kelompok Syurahil menyerukan sayembara, “Siapa yang berhasil membawa kepada Salamah, ia akan mendapatkan 100 onta”. Dan seseorang dari kelompok Salama menyerukan hal serupa, “Siapa yang berhasil membawa kepada Syurahil, ia akan mendapatkan 100 onta”.
Peperangan dimenangkan oleh Salamah dan sekutnya Taghlib. Syurahil dan sekutunya Bakr menderita kekalahan. Syurahil mencoba kabur melarikan diri. Namun pasukan saudaranya memacu kuda dan berhasil menyusul lalu membunuh Syurahil. Kemudian ia bawa kepalanya menuju Salamah (al-Kamil fi at-Tarikh, 1/493).
Penutup
Membaca kisah-kisah jahiliyah, kita mendapatkan inti permasalahan yang sama sedang menimpa kita. Loyalitas dan fanatik kelompok begitu kuat dan berpotensi konflik. Bahkan fanatisme yang terjadi di masa itu, lebih hebat lagi. Namun Islam datang sebagai solusi. Mempersaudarakan dan mendamaikan mereka. Hingga persaudaraan Islam lebih di atas segalanya.
Islam datang membimbing mereka. Melembutkan hati. Dan memberi kecerdasan emosional dan spiritual. Islam adalah solusi. Imam Malik pernah mengatakan,
لَنْ يَصْلُحَ آخِرُ هَذِهِ الأُمَّةِ إِلاَّ بِمَا صَلُحَ بِهِ أَوَّلُهَا .
“Tidak akan baik generasi akhir umat ini, kecuali dengan apa yang membuat baik generasi awalnya.” (Asy Syifa fi Huquuqil Musthafa, 2/88).
Apa yang membuat generasi awal umat ini baik? Jawabnya syariat Islam.
Sumber:
– http://islamstory.com/ar/أيام-العرب-في-الجاهلية
– http://uqu.edu.sa/page/ar/91200
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Muhammad Shadri
Mohon Izin share artikel, untuk kami jadikan bahan menyusun buletin jum’at kami. Syukron wa jazaakumullah khairan.