Kisah Sahabat Nabi

Tokoh Muhajirin, Utsman bin Mazh’un

Utsman bin Mazh’un radhiallahu ‘anhu adalah salah seorang sahabat yang mulia. Nama dan nasabnya adalah Utsman bin Mazh’un bin Hubaib bin Wahb bin Hudzafah bin Ka’ab al-Jumahi. Kun-yahnya Abu Sa-ib. Ia adalah tokoh dan pemuka Muhajirin. Dan orang pertama dari sahabat Muhajirin yang dimakamkan di Pemakakaman Baqi’.

Di Masa Jahiliyah

Utsman bin Mazh’un radhiallahu ‘anhu adalah orang yang memiliki karakter baik sejak zaman jahiliyah. Ia termasuk seseorang yang mengharamkan khamr di masa tersebut. Utsman mengatakan,

لَا أَشْرَبُ شَرَابًا يَذْهَبُ عَقْلِيْ وَيُضْحِكُ بِيْ مَنْ هُوَ أَدْنَى مِنِّيْ وَيَحْمِلُنِيْ عَلَى أَنْ أَنْكِحَ كَرِيْمَتِيْ

“Aku tidak akan meminum suatu minuman yang membuat hilang kesadaranku. Sehingga orang yang di bawahku menertawakanku. Minuman yang membuatku tanpa sadar menikahi anak-anakku.” (Siyar A’lam an-Nubala, Hal: 155).

Di sebagian komunitas di zaman sekarang, seorang tidak minum khamr adalah sesuatu yang mengherankan bagi komunitasnya. Padahal secara nilai di masyarakat umum minuman ini dicela. Apalagi di masyarakat jahiliyah, secara nilai minuman ini tidak bermasalah di masyarakat. Kemudian masyarakat secara umum biasa mengonsumsinya, lalu bagaimana bisa ada seseorang yang memiliki kesadaran akan buruknya khamr di masa-masa seperti itu?

Ini menunjukkan karakter yang luar biasa yang dimiliki oleh Utsman bin Mazh’un radhiallahu ‘anhu. 

Memeluk Islam

Utsman bin Mazh’un radhiallahu ‘anhu termasuk golongan yang pertama dalam menerima Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia bersama Ubaidah bin al-Harits bin Abdul Muttalib, Abdurrahman bin Auf, Abu Salamah bin Abdul Asad, dan Abu Ubaidah bin al-Jarrah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka semua menyatakan keislaman mereka di hadapan beliau.

Peristiwa ini terjadi sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dakwah di Darul Arqam.

Teman Sependeritaan

Agama Islam mempersatukan dan mempersaudarakan pemeluknya. Agama ini mengajarkan satu umat bagaikan satu bangunan yang saling menguatkan dan menopang satu sama lain. 

Ajaran persaudaraan ini adalah kekhas-an syariat ini yang tidak ada pada agama-agama selainnya. Di antara keindahan pengamalan prinsip persaudaraan yang paling indah adalah apa yang dipraktekkan oleh Utsman bin Mazh’un radhiallahu ‘anhu.

Pada bulan Rajab tahun ke-5 kenabian, sekelompok sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipimpin oleh Utsman bin Mazh’un hijrah ke Habasyah. Setelah tiba dan tinggal di sana, tak berselang lama mereka mendengar isu bahwa penduduk Mekah memeluk Islam. Akhirnya, pada bulan Syawal di tahun yang sama mereka pulang dari Habasyah menuju kampung halaman mereka, Mekah.

Sesampainya di Mekah, mereka melihat realita tak sama seperti berita yang sampai pada mereka. Justru kezaliman kafir Quraisy semakin berat bagi kaum muslimin yang tinggal di sana. Sebagian dari mereka kembali lagi ke Habasyah, sebagian yang lain masuk ke Mekah sembunyi-sembunyi, dan sebagian yang lain aman karena mendapat perlindungan.

Di antara mereka yang aman adalah Utsman bin Mazh’un. Ia mendapat perlindungan oleh salah seorang tokoh utama Mekah, al-Walid bin al-Mughirah, ayah dari sahabat Khalid bin al-Walid.

Ustman melihat sahabat-sahabat yang lain mengalami penyiksaan dan penindasan, sementara ia dalam keadaan tenang dan aman. Ia berkata, “Demi Allah, aku ke sana kemari dalam keadaan aman dengan perlindungan seorang laki-laki musyrik. Sementara sahabat-sahabatku dan orang yang seagama denganku mendapatkan musibah dan gangguan di jalan Allah. Rasanya ada yang salah pada diriku.”

Lalu Utsman pergi menemui al-Walid bin al-Mughirah, ia berkata, 

يا أبا عبد شمس، وفت ذمتك، قد رددت إليك جوارك

“Wahai Abu Abdusy Syams, engkau telah menunaikan tanggunganmu. Dan aku serahkan kembali perlindungan itu.” 

Al-Walid menanggapi, 

لم يا ابن أخي؟ لعله آذاك أحد من قومي؟ 

“Ada apa, keponakanku? Apakah ada salah seorang dari kaumku yang menyakitimu”?

لا، ولكني أرضى بجوار الله عز وجل ولا أريد أن أستجير بغيره

“Tidak ada. Tapi, aku merasa cukup dengan perlindungan Allah Azza wa Jalla dan aku tidak menginginkan perlindungan dari selainnya.” Jawab Utsman.

Al-Walid berkata, 

فانطلق إلى المسجد، فاردد علي جواري علانية كما أجرتك علانية

“Kalau begitu pergilah ke masjid. Umumkanlah pelepasa perlindunganku secara terang-terangan sebagaimana kemarin aku mengumumkan melindungimu secara terang-terangan.”

Keduanya pun pergi ke Masjidil Haram. Lalu al-Walid berkata, 

هذا عثمان قد جاء يرد علي جواري

“Ini Utsman. Dia telah melepaskan ikatan perlindungan dariku.”

Utsman menimpali, 

صدق قد وجدته وفيًّا كريم الجوار، ولكني قد أحببت أن لا أستجير بغير الله، فقد رددت عليه جواره.

“al-Walid benar. Dan dia adalah seorang yang menunaikan janji dan seorang pelindung yang penuh hormat. Tapi, aku lebih menyukai agar tidak ada yang melindungiku kecuali Allah. Sehingga kulepaskan diriku dari perlindungannya.” 

Kemudian Utsman duduk di majelisnya orang-orang Quraisy. Di tengah mereka ada Labid bin Rabi’ah bin Malik bin Ja’far. Labid mengatakan, 

ألا كل شيء ما خلا الله باطل

“Bukankah segala sesuatu selain Allah adalah batil.” “Benar”, jawab Utsman. 

Labid berkata lagi, 

وكل نعيم لا محالة زائل

“Dan semua kenikmatan pasti akan sirna.”

Utsman menanggapi, 

كذبت, نعيم الجنة لا يزول

“Tidak, kau salah. Nikmat surga tidak akan pernah sirna.”

Labid berkata, 

: يا معشر قريش, والله ما كان يؤذى جليسكم فمتى حدث هذا فيكم

“Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah alangkah jeleknya orang di forum kalian ini. Kapan ia berada di tengah kalian”?

Salah seorang di forum menanggapi, 

إن هذا سفيه في سفهاء معه قد فارقوا ديننا فلا تجدن في نفسك من قوله

“Dia ini adalah orang bodoh yang sekelompok dengan orang-orang pendek akal lainnya. Mereka telah mengobrak-abrik agama kita. jangan sampai ada pada diri kalian ucapan-ucapan (ajaran-ajaran) mereka.”

Lalu Utsman membantah ucapan tersebut hingga mereka berdebat. Lalu orang itu mendekati Utsman dan memukul matanya hingga lebam. Al-Walid bin al-Mughirah yang berada di majelis Quraisy tersebut melihat kejadian itu. ia berkata,

والله يا ابن أخي، إن كانت عينك عما أصابها لغنية, ولقد كنت في ذمة منيعة

“Demi Allah wahai keponakanku, semestinya matamu tak perlu merasakan penderitaan itu. Karena sebelumnya engkau berada dalam perlindungan seorang yang berpengaruh.”

Utsman menanggapi, 

بل والله إن عيني الصحيحة لفقيرة إلى مثل ما أصاب أختها في الله وإني لفي جوار من هو أعز منك وأقدر يا أبا عبد شمس

“Demi Allah, malah mata satunya lagi yang sehat butuh diperlakukan seperti mata satunya di jalan Allah. Dan sungguh aku dalam lindungan Dia yang jauh lebih agung dan lebih kuasa dari Anda paman. Abu Abdusy-Syams.”

Dengan kasih sayangnya al-Walid kembali menawarkan,

هلم يا ابن أخي إلى جوارك فعد

“Ayolah keponakanku, kembalilah ke dalam perlindunganku.” Utsman menjawab, “Tidak.”

Al-Walid bin al-Mughiroh adalah salah seorng tokoh utama di Mekah. Ucapannya didengar dan ditaati. Dialah orang pertama yang menggelari Nabi Muhammad dengan sebutan penyihir dan Alquran adalah mantra penyihir. Dan Allah bercerita tentang kejahatannya di dalam Surat Al-Mudatstsir.

Dari peristiwa ini juga kita bisa mengetahui bagaimana kuatnya iman para sahabat. Ketegaran dan komitmen kuat mereka dalam memegang ajaran. Terutama sosok Utsman bin Mazh’un radhiallahu ‘anhu. Selain itu, ia juga seorang yang sependeritaan dan sepenanggungan dengan sahabat-sahabat yang lain. Kesetia-kawanannya yang kuat mendorongnya merasa tidak nyaman kalau dia mendapatkan keistimewaan dibanding yang lain. Kita bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kita teladan seperti mereka.

Kesungguhan Ibadah

Kesungguhan para sahabat dalam beribadah kepada Allah berada di level yang luar biasa. Mereka benar-benar menjadikan dunia ini sebagai ladang tanam amal kebajikan. Masa panen dan tempat panennya adalah akhirat. Karena itu, mereka tidak mau menyia-nyiakan waktu mereka di dunia dengan sesuatu yang tidak memiliki pahala akhirat atau sesuatu yang yang berpotensi membahayakan akhirat mereka.

Di antara perkara yang mereka anggap akan menyibukkan mereka dari kesibukan akhirat adalah kesibukan rumah tangga. Karena itu, di antara mereka ada yang berinisatif untuk membujang dan tidak menikah agar fokus ke akhirat tidak terganggu. Termasuk di antaranya adalah Utsman bin Mazh’un radhiallahu ‘anhu.

Saad bin Abi Waqqash radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak niat Utsman bin Mazh’un untuk membujang, tidak menikah. Kalau perbuatan Utsman untuk tidak menikah (dengan alasan agar fokus ibadah) diizinkan, malah akan menjatuhkan umat pada kemaksiatan. 

Utsman adalah seorang ahli ibadah yang semangat. Ia termasuk barisan sahabat yang utama. Dirinya, Ali bin Abu Thalib, dan Abu Dzar radhiallahu ‘anhum berkeinginan kuat untuk membujang. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka. Berkaitan dengan ini, Allah menurunkan firman-Nya,

لَيْسَ عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ جُنَاحٌ فِيمَا طَعِمُوٓا۟ إِذَا مَا ٱتَّقَوا۟ وَّءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ ثُمَّ ٱتَّقَوا۟ وَّءَامَنُوا۟ ثُمَّ ٱتَّقَوا۟ وَّأَحْسَنُوا۟ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ

“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” [Quran Al-Maidah: 93]

Sedihnya Rasulullah Saat Utsman Wafat

Diriwayatkan al-Bukhari dari Kharijah bin Zaid bahwasanya Ummu Ala’ -seorang wanita anshar-. Ia telah berbaiat kepada Rasulullah. Kemudian sahabat-sahabat Anshar mengajak Muhajirin untuk tinggal di rumah mereka. Kata Ummu Ala’

فطار لنا عثمان بن مَظْعون، فأنزلناه في أبياتنا

“Utsman bin Mazh’un ke rumah kami dan kami tempatkan dia di rumah kami.”

Lalu Utsman mengalami sakit yang akhirnya dengan sakit inilah ia wafat. Saat ia wafat dan telah dimandikan serta dikafani. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk. Aku berkata,

رحمة الله عليك أبا السائب، فشهادتي عليك: لقد أكرمك الله.

“Rahmat Allah untukmu, Abu Saib. Aku bersaksi untukmu, sungguh Allah telah memuliakanmu.”

Rasulullah menanggapi,

وما يدريك أن الله أكرمَهُ؟

“Tahu dari mana engkau kalau Allah memuliakannya”?

Ummu Ala’ menanggapi:

بأبي أنت وأُمِّي يا رسول الله، فمن يكرمه الله؟

“Atas nama ayah dan ibuku wahai Rasulullah, siapakah orang yang Allah muliakan”?

Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam menjawab,

أمّا هو فقد جاءه اليقين. والله إِني لأرجو له الخير. والله ما أدري -وأنا رسول الله- ما يُفعَلُ بي؟

“Dia (Utsman) telah dijemput kematian. Demi Allah, aku benar-benar berharap kebaikan untuknya. Demi Allah, aku sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi padaku, padahal aku adalah utusan Allah”?

Ummu Ala’ berkata,

فوالله لا أُزَكِّي أحدًا بعده أبدًا يا رسول الله

“Demi Allah, aku tidak akan lagi berani memastikan seorang pun (pasti mendapat Rahmat Allah), wahai Rasulullah.”

Dalam riwayat lain terdapat tambahan Ummu Ala’ bersedih atas pujian yang ia ucapkan dan di malam harinya ia bermimpi:

وأُرِيتُ لعثمان في النوم عَينًا تجري، فجئتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم، فذكرت ذلك له. فقال : “ذلك عمله

Ummu Ala’ mengatakan, “Aku bermimpi melihat Utsman sedang berada di mata air. Lalu kutemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kuceritakan hal tersebut. Beliau mengatakan, ‘Itu adalah amalnya.”

Saat Utsman bin Mazh’un wafat, Ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha mengisahkan:

لمَّا مات عثمانُ بنُ مظعونٍ كشف النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ الثوبَ عن وجهِهِ وقبَّلَ بين عينيهِ وبكى بكاءً طويلًا، فلمَّا رُفِعَ على السريرِ قال : طُوبَى لكَ يا عثمانُ لم تَلْبَسْكَ الدنيا ولم تَلْبَسْهَا

“Saat Utsman bin Mazh’un wafat, Rasulullah membuka kain yang menutup wajahnya. Lalu mencium Utsman di bagian antara kedua matanya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis yang lama. Saat jenazahnya diangkat ke Kasur, beliau bersabda, ‘Beruntung sekali engkau Utsman, engkau tidak mengalami diliputi dunia dan dunia juga tidak meliputimu.” [Ibnu Abdil Bar dalam al-Istidzkar, 2/645].

Rasulullah sangat bersedih dengan wafatnya Utsman. Karena kesalehan dan kezuhudan Utsman bin Mazh’un. Ada juga yang menyebutkan bahwa Utsman adalah saudara sepersusuan Rasulullah sehingga semakin bertambahlah kecintaan beliau.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud juga dari Ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau bercerita:

لَمَّا ماتَ عثمانُ بنُ مَظعونٍ رضِيَ اللهُ عنه حزِنَ عليهِ النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم حُزنًا شديدًا، فقبَّلَه وهو ميِّتٌ، وبَكى عليه حتى سالتِ الدُّموعُ مِن عَين النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم

“Saat Utsman bin Mazh’un wafat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat merasakan kesedihan. Beliau ciumi jenazahnya. Dan menangis hingga mengalir derai air mata dari kedua mata beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [HR. Abu Dawud No: 3163].

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengantarkan jenazah Utsman bin Mazh’un radhiallahu ‘anhu hingga pemakamannya. Al-Muttallib bin Abdullah bin Hanthab meriwayatkan:

مَّا ماتَ عثمانُ بنُ مَظعونٍ أخرجَ بجنازتِهِ فدُفِنَ أمرَ النَّبيُّ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ رجلًا أن يأتيَهُ بحَجرٍ فلم يستطِعْ حملَهُ فقامَ إليْها رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ حسرَ عن ذراعيْهِ. قالَ المطَّلِبُ: قالَ الَّذي يُخبِرُني عن رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ: كأنِّي أنظرُ إلى بياضِ ذراعَي رسولِ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ حينَ حسرَ عنْها ثمَّ حملَها فوضعَها عندَ رأسِهِ وقالَ: أتعَلَّمُ بِها قبرَ أخي وأدفنُ إليْهِ مَن ماتَ مِن أَهلي

“Ketika Utsman bin Mazh’un wafat, agar jenazahnya dibawa keluar (dari rumah) dan dimakamkan. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan seseorang untuk mengangkat sebuah batu untuk dibawa kepada beliau. Namun sahabat tersebut tak kuat mengangkatnya. 

Nabi berdiri lalu menuju ke tempat batu tersebut. Beliau singkap lengan bajunya hingga kulihat putihnya lengan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau angkat dan letakkan di bagian kepala makam Utsman. Beliau bersabda, ‘Kuberi tanda dengan ini makam saudaraku. Dan akan kumakamkan juga anggota keluargaku di sini (Baqi’).” [HR. Abu Dawud 3206].

Utsman bin Mazh’un adalah sahabat muhajirin pertama yang wafat di Kota Madinah. beliau juga yang pertama dimakamkan di sana. Beliau wafat di Bulan Sya’ban tahun ke-3 H.

Flashdisk Video Belajar Iqro - Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28