Nama beliau –berdasarkan pendapat yang sahih–:
Abdullah bin ‘Utsman bin ‘Amir bin Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay al-Qurasyi at-Taimi.
Kun-yah beliau:
Abu Bakar
Julukan beliau:
‘Atiq dan ash-Shiddiq.
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan sebab beliau dijuluki sebagai ‘Atiq, di antaranya karena beliau lelaki yang tampan, memiliki paras yang menawan, dan juga menjadi orang telah lebih dahulu dalam kebaikan.
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa sebabnya adalah anak-anak dari ibu Abu Bakar selalu meninggal dunia, dan ketika ibu beliau melahirkannya maka ia segera menghadap ke Baitullah bersamanya lalu berkata, “Ya Allah, jika anak ini adalah ‘Atiq-Mu (orang yang Engkau bebaskan) dari kematian, maka karuniakanlah ia kepadaku.”
Dan masih ada pendapat lainnya mengenai sebab julukan ini.
Sedangkan julukan ash-Shiddiq disematkan kepada beliau karena beliau selalu membenarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan membenarkan Nabi sepenuhnya sebagaimana yang terjadi pada pagi hari setelah malam Isra’ Mi’raj saat dikatakan kepada Abu Bakar, “Sungguh sahabatmu (Nabi Muhammad) mengaku telah melakukan Isra’ Mi’raj” Maka Abu Bakar menjawab, “Jika beliau mengatakan demikian, maka itulah yang benar!”
Dan Allah sendiri telah menyebut beliau sebagai Shiddiq (orang yang membenarkan) melalui firman-Nya:
وَالَّذِي جَاء بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan yang membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. (Surat Az-Zumar: 33).
Dalam salah satu tafsirnya dijelaskan: Orang yang membawa kebenaran adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan orang yang membenarkannya adalah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Dan beliau dijuluki sebagai ash-Shiddiq juga, karena beliau orang pertama dari kalangan laki-laki yang membenarkan dan beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyebut beliau dengan ash-Shiddiq. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menaiki bukit Uhud bersama Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Lalu bukit Uhud bergetar sehingga Nabi berseru, “Tenanglah wahai Uhud! Karena di atasmu ada Nabi, ash-Shiddiq, dan dua orang syahid.”
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu juga dijuluki dengan al-Awwah karena kelembutan beliau.
Kelahiran beliau:
Beliau lahir 2,5 tahun setelah tahun gajah (dan menurut pendapat yang masyhur tahun gajah terjadi pada 570 M).
Ciri-ciri fisik beliau:
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkulit putih, kurus, rambut wajahnya tipis, wajah yang kurus, dahi yang menonjol, dan dahulu beliau mewarnai rambutnya dengan henna (warna merah) yang dicampur dengan katam (warna kuning).
Beliau adalah lelaki yang lembut hatinya dan penyayang.
Keutaman-keutamaan beliau:
Tidak ada lelaki yang meraih keutamaan yang melebihi keutamaan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Di antara keutamaan beliau adalah:
1. Beliau adalah orang yang paling mulia di umat ini setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
كُنَّا نُخَيِّرُ بَيْنَ النَّاسِ فِي زَمَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَنُخَيِّرُ أَبَا بَكْرٍ ، ثُمَّ عُمَرُ بْنِ الْخَطَّابِ ، ثُمَّ عُثْمَانُ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
“Dahulu kami memilih dan membandingkan orang-orang yang paling baik pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kami memilih Abu Bakar, lalu Umar bin Khattab, lalu Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhum.” (HR. Al-Bukhari).
Imam al-Bukhari juga meriwayatkan dari Abu ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata:
كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذْ أَقْبَلَ أَبُو بَكْرٍ آخِذًا بِطَرَفِ ثَوْبِهِ حَتَّى أَبْدَى عَن رُكْبَتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَمَّا صَاحِبَكُم فَقَدْ غَامَرَ . وَقَال : إِنِّي كَانَ بَيْنِي وَبَيْنَ ابْنِ الْخَطَّابِ شَيْءٌ ، فَأَسْرَعْتُ إِلَيْهِ ثُمَّ نَدِمْتُ فَسَأَلْتُهُ أَنْ يَغْفِرَ لِي فَأَبَى عَليّ ، فَأَقْبَلْتُ إلَيْكَ فَقَال : يَغْفِرُ اللَّهُ لَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ – ثَلَاثًا – ثُمَّ إنَّ عُمَرَ نَدِمَ فَأَتَى مَنْزِلَ أَبِي بَكْرٍ فَسَأَلَ : أثَـمّ أَبُو بَكْرٍ ؟ فَقَالُوا : لَا ، فَأَتَى إلَى النَّبِيِّ فَجَعَلَ وَجْهُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَمَعَّرُ ، حَتَّى أَشْفَقَ أَبُو بَكْرٍ فَجَثَا عَلَى رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاَللَّهُ أَنَا كُنْتُ أَظْلَمَ – مَرَّتَيْن – فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إنَّ اللَّهَ بَعَثَنِي إلَيْكُمْ فَقُلْتُم : كَذَبْتَ ، وَقَالَ أَبُو بَكْرٍ : صَدَقَ ، وَوَاسَانِي بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ، فَهَلْ أَنْتُمْ تَارِكُو لِي صَاحِبِي – مَرَّتَيْن – فَمَا أُوذِي بَعْدَهَا .
“Dahulu aku pernah duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu datanglah Abu Bakar sambil menjinjing ujung pakaiannya hingga lututnya terlihat. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sahabat kalian ini (Abu Bakar) pasti sedang berselisih’. Lalu Abu Bakar berkata: ‘Terjadi suatu perselisihan antara aku dan Umar bin Khattab, akan tetapi aku segera marah kepadanya, lalu aku menyesali hal itu dan memintanya agar memaafkan aku, namun ia enggan. Maka dari itu aku mendatangi engkau.’ Maka Nabi bersabda: ‘Allah akan mengampunimu wahai Abu Bakar’ – beliau mengulangi sabdanya ini sebanyak tiga kali –.
Lalu Umar merasa menyesal (karena tidak memaafkan Abu Bakar), sehingga beliau pun mendatangi rumah Abu Bakar dan bertanya: ‘Apakah ada Abu Bakar?’ Maka penghuni rumah menjawab: ‘Tidak’. Lalu dia pun datang kepada Nabi, akan tetapi dia mendapati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merah padam wajahnya (karena marah kepada Umar), bahkan Abu Bakar pun merasa kasihan terhadap Umar sehingga Abu Bakar bersimpuh dengan kedua lututnya kepada Nabi seraya berkata: ‘Wahai Rasulullah! Demi Allah, aku yang lebih bersalah’ – Abu Bakar mengucapkan ini dua kali –.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sungguh Allah mengutusku kepada kalian, akan tetapi kalian berkata: ‘Kamu dusta!’ Namun Abu Bakar berkata: ‘Engkau benar!’ Dan ia mendukungku dengan jiwa dan hartanya, apakah kalian rela untuk membiarkan sahabatku ini tanpa tersakiti?!’ Maka setelah itu Abu Bakar tidak pernah disakiti lagi.”
Abu Bakar telah terlebih dulu beriman, menemani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan membenarkan beliau, terus membersamai beliau selama di Makkah meskipun mendapatkan berbagai bentuk gangguan, dan menemani beliau berhijrah.
2. Beliau adalah orang satu-satunya yang bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di gua Tsur (saat berhijrah)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ مَعَنَا
“…Sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: ‘Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita’.” (QS. At-Taubah: 40).
As-Suhaili berkata, “Tidakkah kamu lihat bagaimana Rasulullah bersabda, ‘Jangan bersedih!’, dan tidak dengan ungkapan, ‘Jangan takut!’ Karena kesedihan Abu Bakar terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyibukkannya dari ketakutannya terhadap diri sendiri.”
Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu menceritakan kepadanya (kejadian di gua Tsur): Aku melihat kaki orang-orang musyrik di atas kepala kami saat kami berada di dalam gua, kemudian setelah itu aku berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya salah satu dari mereka melihat ke arah kedua kakinya, pasti ia akan melihat kita di bawahnya.” Maka Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Bakar, bagaimana perkiraanmu dengan keadaan dua orang, yang pihak ketiganya adalah Allah?”
Dan ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak memasuki gua, Abu Bakar masuk terlebih dahulu untuk memastikan bagian dalam gua itu agar tidak ada hal buruk yang dapat menimpa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ketika mereka berdua berjalan di jalur hijrahnya, Abu Bakar terkadang berjalan di depan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan terkadang pula di belakang beliau, di kanan beliau, dan di kiri beliau.
Oleh sebab itu, ketika ada beberapa orang di masa kepemimpinan Umar radhiyallahu ‘anhu yang lebih mengutamakan Umar daripada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, kemudian ucapan mereka ini terdengar oleh Umar radhiyallahu ‘anhu, maka Umar berkata, “Demi Allah, satu malam yang dilalui Abu Bakar lebih baik daripada keluarga Umar, dan satu hari yang dilalui Abu Bakar lebih baik daripada keluarga Umar.
Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah pergi menuju gua bersama Abu Bakar, lalu Abu Bakar terkadang berjalan di depan Rasulullah dan terkadang di belakang beliau, hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyadari hal ini, sehingga beliau bertanya, “Wahai Abu Bakar, mengapa kamu terkadang berjalan di depanku dan terkadang di belakangku?” Maka Abu Bakar menjawab, “Wahai Rasulullah, aku teringat orang yang mengejar kita sehingga aku berjalan di belakang engkau, kemudian aku teringat orang yang mengintai kita sehingga aku berjalan di depan engkau.”
Maka Rasulullah bersabda, “Wahai Abu Bakar, jika terjadi sesuatu maka kamu lebih suka itu menimpamu tanpa menimpaku?” Abu Bakar pun menjawab, “Benar! demi Dzat yang mengutus engkau dengan benar, tidaklah terjadi suatu kemalangan kecuali lebih baik itu menimpaku tanpa menimpa engkau.”
Ketika mereka berdua telah sampai di gua Tsur, Abu Bakar berkata, “Tetaplah di sini dulu wahai Rasulullah, agar aku memeriksa keamanan gua ini.” Lalu Abu Bakar masuk dan memeriksa keamanannya. Kemudian Abu Bakar berkata, ‘Turunlah wahai Rasulullah”. Dan Rasulullah pun turun.
Lalu Umar melanjutkan ucapannya, “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sungguh malam itu lebih baik daripada keluarga Umar.” (Diriwayatkan oleh al-Hakim dan al-Baihaqi dalam kitab Dalail an-Nubuwwah).
3. Saat Abu Bakar berhijrah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau mengerahkan seluruh hartanya untuk perjuangan di jalan Allah
4. Abu Bakar adalah Khalifah yang pertama
Kita telah diperintahkan untuk mengikuti jejak Khulafa’ ar-Rasyidin sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi ‘alaihis shalatu wassalam:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المَهْدِييْنَ مِنْ بَعْدِي وعَضُّوا عليها بالنَّوَاجِذِ
“Berpegang teguhlah kalian kepada sunnahku dan sunnah khulafa ar-rasyidin setelahku, gigitlah itu dengan gigi geraham kalian.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan lainnya. Hadits ini shahih dengan penggabungan seluruh jalur periwayatannya).
Abu Bakar tetap menjadi khalifah bagi kaum muslimin tanpa ada yang menyainginya. Dan kaum muslimin menjuluki beliau dengan khalifah (penerus) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Kekhalifahan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu telah termaktub dalam nash dari Nabi
Ketika sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat bagi orang-orang. Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
اَمَّا مَرِضَ النبيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مرَضَهُ الَّذِي ماتَ فِيه أَتاهُ بلالٌ يُؤْذِنْهُ بالصلاةِ فَقَال : مُروا أَبا بكرٍ فلْيُصَلّ . قلتُ : إنّ أَبَا بكرٍ رجلٌ أَسِيفٌ [ وَفِي رِوَايَةٍ : رَجُلٌ رَقِيقٌ ] إِن يَقُمْ مَقامَكَ يَبْكِي فَلاَ يقدِرُ عَلَى القِراءَةِ . قَال : مُروا أَبا بكرٍ فلْيُصلّ . فقلتُ مثلَهُ : فَقَالَ فِي الثالثةِ – أَوِ الرابعةِ – : إِنّكنّ صَواحبُ يوسفَ ! مُروا أَبا بكرٍ فلْيُصلّ ، فصلّى .
وَلِذَا قَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَفَلَا نَرْضَى لِدُنْيَانَا مَنْ رَضِيَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِدِينِنَا ؟
“Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit di akhir hayat beliau. Bilal mendatangi beliau untuk memberitahukan datangnya waktu shalat. Maka beliau bersabda, ‘Perintahkanlah Abu Bakar untuk shalat sebagai imam’. Aku pun berkata, ‘Sesungguhnya Abu Bakar adalah lelaki yang mudah menangis – dan dalam riwayat lain: lelaki yang hatinya rapuh –, jika beliau mengganti kedudukan engkau sebagai imam maka ia akan menangis sehingga tidak mampu melanjutkan bacaan’. Namun beliau tetap bersabda, ‘Perintahkanlah Abu bakar untuk shalat sebagai imam’, sehingga aku pun mengulangi perkataanku itu. Maka saat ketiga kalinya – atau keempat kalinya – beliau bersabda, ‘Sungguh kalian seperti para wanita di kisah Nabi Yusuf! Perintahkanlah Abu Bakar untuk shalat sebagai imam’. Dan Abu Bakar pun shalat sebagai imam.
Oleh sebab itu, Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Tidakkah kita ridha terhadap perkara dunia kita (sebagai khalifah), jika dipimpin oleh orang yang diridhai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memimpin urusan agama kita (sebagai imam shalat)?!’”
Imam al-Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مَرَضِهِ : ادْعِي لِي أَبَا بَكْرٍ وَأَخَاك حَتَّى أَكْتُبَ كِتَابًا ، فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَمَنَّى متمنٍّ وَيَقُول قَائِلٌ : أَنَا أَوْلَى ، وَيَأْبَى اللَّهُ وَالْمُؤْمِنُونَ إلَّا أَبَا بَكْرٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku saat beliau sakit, ‘Panggilkan untukku Abu Bakar dan saudaramu, agar aku dapat menulis wasiat. Karena sungguh aku khawatir akan ada orang yang berhasrat (untuk menjadi khalifah) seraya berkata, ‘Aku lebih layak!’ Padahal Allah dan kaum mukminin enggan kecuali Abu Bakar (yang menjadi khalifah)’.”
Dan pernah ada wanita yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berbicara kepada beliau tentang suatu perkara. Kemudian Rasulullah memerintahkan suatu kepadanya. Lalu wanita itu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana menurut engkau jika aku tidak dapat menemuimu?” Maka Rasulullah bersabda, “Jika kamu tidak menemuiku, maka temuilah Abu Bakar.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
6. Kita telah diperintahkan untuk mengikuti Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
Rasulullah ‘alaihis shalatu wassalam bersabda:
اقْتَدُوا بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ
“Ikutilah dua orang setelahku, yaitu Abu Bakar dan Umar.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dan ini adalah hadits shahih).
7. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu adalah salah seorang yang dibolehkan berfatwa di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Oleh sebab itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya sebagai pemimpin rombongan haji yang dilaksanakan sebelum haji wada’. Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
بَعَثَنِي أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقِ فِي الْحُجَّةِ الَّتِي أَمَرَهُ عَلَيْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ فِي رَهْطٍ يُؤْذِنُونَ فِي النَّاسِ يَوْمَ النَّحْرِ : لَا يَحُجُّ بَعْدَ الْعَامِ مُشْرِكٌ ، وَلَا يَطُوفُ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ .
“Saat haji yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih Abu Bakar untuk menjadi pemimpinnya –sebelum haji wada’–, beliau mengutusku bersama sekelompok orang untuk mengumumkan kepada orang-orang di hari raya idul adha, bahwa tidak ada seorang musyrik pun yang boleh melaksanakan haji setelah tahun ini, dan tidak ada orang yang boleh bertawaf di Baitullah dalam keadaan telanjang.”
Abu Bakar radhiyallahu ‘alaihi wa sallam juga orang yang bertugas membawa rayah (bendera) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada perang Tabuk.
8. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menyedekahkan seluruh hartanya ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkannya untuk bersedekah
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَتَصَدّق ، فَوَافَقَ ذَلِكَ مَالاً فَقُلْتُ : الْيَوْم أَسْبِق أَبَا بَكْرٍ إِنْ سَبَقْتُهُ يَوْمًا . قَال : فَجِئْتُ بِنِصْف مَالِي ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا أَبْقَيْتُ لِأَهْلِك ؟ قُلْت : مِثْلَه ، وَأَتَى أَبُو بَكْرٍ بِكُلِّ مَا عِنْدَهُ فَقَالَ : يَا أَبَا بَكْرٍ مَا أَبْقَيْتَ لِأَهْلِك ؟ فَقَال : أَبْقَيْتُ لَهُمْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ! قَالَ عُمَرُ قُلْتُ : وَاللَّهِ لَا أَسْبِقَه إلَى شَيْءٍ أَبَدًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan kami untuk bersedekah, dan ketika itu aku memang sedang memiliki harta sehingga aku bergumam, ‘Hari ini aku akan mengungguli Abu Bakar jika itu memang mungkin’. Maka aku pun membawa setengah dari seluruh hartaku, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadaku, ‘Apa yang kamu sisakan untuk keluargamu?’ Aku pun menjawab, ‘(Aku sisakan untuk mereka) harta yang sejumlah ini pula’. Kemudian datanglah Abu Bakar dengan membawa seluruh harta yang beliau miliki. Maka Rasulullah bertanya kepadanya, ‘Wahai Abu Bakar, apa yang kamu sisakan untuk keluargamu?’ Lalu Abu Bakar pun menjawab, ‘Aku sisakan bagi mereka Allah dan Rasul-Nya’ Maka aku pun berkata, ‘Demi Allah, selamanya aku tidak akan bisa mengunggulinya dalam hal apapun’.” (HR. at-Tirmidzi).
9. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang paling dicintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Amr bin ‘Ash pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa orang yang paling engkau cintai?” Beliau pun menjawab, “Aisyah”. Lalu Amr bin ‘Ash bertanya lagi, “Sedangkan orang dari kaum lelaki (yang paling engkau cintai)?” Beliau menjawab, “Ayah Aisyah (yakni Abu Bakar)”. (HR. Muslim).
10. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan Abu Bakar rahdhiyallahu ‘anhu sebagai saudara
Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
خَطَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّاسَ وَقَالَ : إنَّ اللَّهَ خَيَّرَ عَبْدًا بَيْنَ الدُّنْيَا وَبَيْنَ مَا عِنْدَهُ فَاخْتَار ذَلِكَ الْعَبْدُ مَا عِنْدَ اللَّهِ . قَال : فَبَكَى أَبُو بَكْرٍ ، فَعَجِبْنَا لِبُكَائِه أَنْ يُخْبِرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَبْدِ خُيِّرَ ، فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ الْمُخَيَّرُ ، وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ أَعْلَمَنَا . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ مِنْ أَمَنّ النَّاسِ عليّ فِي صُحْبَتِهِ وَمَالِهِ أَبَا بَكْرٍ ، وَلَوْ كُنْتُ متخذاً خليلاً غَيْرَ رَبِّي لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ ، وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الإِسْلامِ وَمَوَدَّتُهُ ، لَا يَبْقَيَنَّ فِي الْمَسْجِدِ بَابٌ إلَّا سُـدّ إلَّا بَابُ أَبِي بَكْرٍ .
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah di hadapan orang-orang dan berkata, “Sesungguhnya Allah memberi pilihan kepada hamba-Nya antara memilih dunia atau apa yang ada di sisi-Nya, maka hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah.” Lalu Abu Bakar menangis, sehingga kami merasa heran mengapa beliau menangis saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan hamba yang diberi pilihan itu, ternyata hamba yang diberi pilihan itu adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Abu Bakar adalah orang yang paling memahami itu di antara kami. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling berjasa kepadaku dalam persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar, seandainya aku boleh mengangkat Khalil (kekasih terdekat) selain Rabbku, niscaya aku akan mengangkat Abu Bakar. Namun yang dibolehkan hanyalah ikatan persaudaraan dan kasih sayang se-Islam. Tidaklah ada pintu rumah yang menembus masjid (Nabawi) itu kecuali harus ditutup, kecuali pintunya Abu Bakar.”
11. Allah Ta’ala telah menyucikan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَسَيُجَنَّبُهَا الأَتْقَى * الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى * وَمَا لأَحَدٍ عِندَهُ مِن نِّعْمَةٍ تُجْزَى * إِلا ابْتِغَاء وَجْهِ رَبِّهِ الأَعْلَى * وَلَسَوْفَ يَرْضَى
“Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling bertakwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan.” (QS. Al-Lail: 17-21).
Ayat-ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.
Abu Bakar juga merupakan salah satu as-Sabiqun al-Awwalun (orang-orang yang terlebih dahulu masuk Islam), bahkan beliau adalah orang pertama yang masuk Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100).
12. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi tazkiyah (kesaksian atas kebaikan Abu Bakar)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
مَن جَرّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ . قَالَ أَبُو بَكْرٍ : أَنَّ أَحَدَ شِقَّيْ ثَوْبِي يَسْتَرْخِي إلَّا أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَع ذَلِكَ خُيَلَاءَ
“Barangsiapa yang menjulurkan pakaiannya karena kesombongan maka Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat.” Maka Abu Bakar menanggapi, “Salah satu sisi pakaianku selalu melorot kecuali jika aku terus menjaganya agar tidak melorot.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu bukanlah orang yang melakukan itu karena kesombongan.” (Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam bab keutamaan-keutamaan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu).
13. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dipanggil dari seluruh pintu surga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَنْفَقَ زَوْجَيْنِ مِنْ شَيْءٍ مِنْ الْأَشْيَاءِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ دُعي مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ : يَا عَبْدَ اللَّهِ هَذَا خَيْرٌ ؛ فَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّلَاةِ دُعِيَ مِنْ بَابِ الصَّلَاةِ ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجِهَادِ دُعي مِنْ بَابِ الْجِهَادِ ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعي مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ ، وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصِّيَامِ دُعي مِنْ بَابِ الصِّيَامِ وَبَابُ الرَّيَّان . فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ : مَا عَلَى هَذَا الَّذِي يُدْعَى مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَابِ مِنْ ضَرُورَةِ ، فَهَل يُدعى مِنْهَا كُلِّهَا أَحَدٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَال : نَعَم ، وَأَرْجُو أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ يَا أَبَا بَكْرٍ
“Barangsiapa yang menginfakkan di jalan Allah satu pasang dari sesuatu, maka ia akan dipanggil dari pintu-pintu surga, ‘Wahai hamba Allah, ini adalah amal yang baik!’. Maka orang yang ahli shalat akan dipanggil dari pintu shalat, orang yang ahli jihad akan dipanggil dari pintu jihad, orang yang ahli sedekah akan dipanggil dari pintu sedekah, dan orang yang ahli puasa akan dipanggil dari pintu puasa dan pintu ar-Rayyan.” Maka Abu Bakar bertanya, “Orang yang dipanggil dari salah satu pintu itu tidak akan menemui mudharat, akan tetapi apakah ada orang yang dipanggil dari seluruh pintu itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, dan aku berharap kamu termasuk dari mereka wahai Abu Bakar.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
14. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mampu menghimpun berbagai kebaikan dalam sehari
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا ؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَا . قَال : فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ جِنَازَةً ؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَا . قَال : فَمَن أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا ؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَا . قَال : فَمَن عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا ؟ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَا . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرئٍ إلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ .
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa dari kalian yang pagi ini dalam keadaan berpuasa?” Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Saya”. Lalu beliau bertanya: “Lalu siapa dari kalian yang telah ikut mengantar jenazah ke pemakaman hari ini?” Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Saya”. Beliau bertanya lagi: “Lalu siapa dari kalian yang telah memberi makan orang miskin hari ini?” Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Saya”. Lalu beliau bertanya lagi: “Dan siapa dari kalian yang telah menjenguk orang sakit hari ini?” Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Saya”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah amalan-amalan itu dihimpun oleh seseorang melainkan ia akan masuk surga.”
15. Sifat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yang disebutkan salah seorang kaum musyrikin seperti sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan oleh Khadijah radhiyallahu ‘anhu
Ketika kaum muslimin ditimpa ujian di kota Makkah dan ujian itu semakin berat, Abu Bakar pergi berhijrah ke negeri Habasyah. Dan ketika beliau telah sampai di Bark al-Ghimad, beliau bertemu Ibnu ad-Daghinah yang merupakan pemuka kaum al-Qarah, lalu ia bertanya, “Kemana kamu akan pergi wahai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab, “Kaumku telah mengusirku, maka aku hendak berkelana di bumi agar bisa menyembah Rabbku”. Ibnu ad-Daghinah berkata, “Orang sepertimu tidak layak untuk pergi atau diusir, karena kamu berinfak kepada orang miskin, menyambung silaturrahim, menanggung kebutuhan orang lemah, memuliakan tamu, dan membantu orang yang tertimpa musibah. Aku akan menjadi penjamin keselamatanmu, kembalilah dan sembahlah Rabbmu di negerimu.”
Kemudian Ibnu ad-Daghinah kembali pulang bersama Abu Bakar, dan berkeliling ke orang-orang kafir Quraisy seraya berkata kepada mereka, “Sungguh Abu Bakar tidak layak pergi dan diusir! Apakah kalian hendak mengusir lelaki yang berinfak kepada orang miskin, menyambung silaturrahim, menanggung kebutuhan orang lemah, memuliakan tamu, dan membantu orang yang tertimpa musibah?!” Maka kaum Quraisy pun melaksanakan perlindungan Ibnu ad-Daghinah yang diberikan kepada Abu Bakar, mereka berkata kepada Ibnu ad-Daghinah, “Perintahkanlah Abu Bakar untuk menyembah Rabbnya di dalam rumahnya, silakan ia shalat dan membaca apa yang ia kehendaki, akan tetapi janganlah ia mengganggu kami dengan ibadahnya itu dan melakukannya secara terang-terangan, karena kami khawatir anak-anak dan istri-istri kami akan tergoda olehnya.”
Maka Ibnu ad-Daghinah menyampaikan itu kepada Abu Bakar, sehingga Abu Bakar hanya menyembah Rabbnya di rumahnya sendiri, tidak terang-terangan mendirikan shalat dan membaca al-Qur’an selain di rumahnya. Kemudian Abu Bakar berinisiasi untuk mendirikan masjid di halaman rumahnya, lalu beliau mendirikan shalat dan membaca al-Qur’an di dalam masjid itu, sehingga istri-istri dan anak-anak kaum musyrikin berkumpul di masjid itu, mereka takjub dan antusias melihatnya. Terlebih lagi dahulu Abu Bakar adalah lelaki yang mudah menangis dan tidak kuasa menahan air mata saat membaca al-Qur’an.
Hal ini membuat para pemuka kaum musyrikin Quraisy panik, sehingga mereka mengutus orang untuk memanggil Ibnu ad-Daghinah. Ketika Ibnu ad-Daghinah mendatangi orang-orang itu, mereka berkata kepadanya, “Sungguh dahulu kami memberi perlindungan kepada Abu Bakar agar dapat menyembah Tuhannya di rumahnya sendiri. Namun ia sekarang telah melanggar hal itu dengan mendirikan masjid di halaman rumahnya, serta melakukan shalat dan membaca al-Qur’an dengan terang-terangan, dan kami khawatir anak-anak dan istri-istri kami akan tergoda, maka datanglah kepada Abu Bakar untuk menyampaikan, bahwa jika ia mau menyembah Tuhannya di rumahnya saja, maka tidak mengapa ia melakukannya. Akan tetapi jika ia menolak dan bersikeras untuk melakukannya terang-terangan, maka mintalah ia untuk membatalkan perlindungan darimu, karena kami tidak ingin melanggar perjanjian denganmu, dan kami tidak pernah menyepakati Abu Bakar untuk beribadah secara terang-terangan.”
Aisyah menceritakan, “Kemudian Ibnu ad-Daghinah mendatangi Abu Bakar dan berkata, ‘Kamu telah mengetahui perjanjian yang aku sepakati untukmu, maka pilihlah antara kamu berjalan sesuai kesepakatan itu atau kamu membatalkan perjanjian itu, karena aku tidak ingin orang-orang Arab mendengar bahwa aku melanggar perjanjian dengan seseorang.’ Maka Abu Bakar berkata, ‘Aku membatalkan perlindunganmu kepadaku, dan mencukupkan diri dengan perlindungan Allah’.” (HR. al-Bukhari).
16. Ali radhiyallahu ‘anhu mengakui keutamaan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu (begitu juga para keturunannya dan para ulama)
Muhammad bin al-Hanafiyah berkata:
قُلْتُ لِأَبِي – عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – : أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَال : أَبُو بَكْرٍ . قُلْت : ثُمَّ مَنْ ؟ قَال : ثُمَّ عُمَرُ ، وَخَشِيتُ أَنْ يَقُولَ عُثْمَان قُلْتُ : ثُمَّ أَنْتَ ؟ قَال : مَا أَنَا إلَّا رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ .
“Aku pernah bertanya kepada ayahku – yakni Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu –, ‘Siapa orang yang paling baik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Maka ia menjawab: ‘Abu Bakar’. Aku bertanya lagi: ‘Lalu siapa?’ Ia menjawab: ‘Lalu Umar’. Dan aku khawatir setelahnya ia akan menjawab Utsman, sehingga aku berkata: ‘Kemudian engkau?’ Ia berkata: ‘Aku tidak lain hanyalah lelaki seperti kaum muslimin lainnya’.” (HR. al-Bukhari).
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata, “Dahulu jika aku mendengar suatu hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Allah menjadikan hadits itu bermanfaat bagiku sesuai dengan kadar yang Allah kehendaki. Dan jika ada orang lain yang menyampaikan hadits kepadaku maka aku akan memintanya untuk bersumpah terlebih dahulu, jika ia mau bersumpah maka aku mempercayainya.” Dan Abu Bakar pernah menyampaikan hadits kepadaku – dan Abu Bakar benar ucapannya –, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah ada seorang hamba beriman yang melakukan satu dosa, kemudian ia berwudhu dan membaguskan wudhunya, lalu ia mendirikan shalat dua rakaat dan memohon ampun kepada Allah Ta’ala, kecuali Allah pasti akan mengampuninya.” Kemudian beliau membaca ayat, “Dan orang-orang yang jika melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri…dst. [QS. Ali Imran: 135].” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Dan ini tidak hanya dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu saja, tetapi para keturunannya juga melakukan hal yang sama. Imam Ja’far ash-Shadiq pernah berkata, “Abu Bakar telah melahirkanku dua kali.” Ucapan ini ia sampaikan karena Ibunya adalah Fatimah binti al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar, dan neneknya adalah Asma’ binti Abdurrahman bin Abu Bakar, sehingga Ja’far ash-Shadiq merasa bangga dengan kakeknya (yaitu Abu Bakar). Di sisi lain, banyak orang yang mengaku menjadi pengikut Imam Ja’far ash-Shadiq, akan tetapi ia melaknat kakek dari Imamnya itu!
Ja’far ash-Shadiq pernah berkata kepada Salim bin Abi Hafshah saat ia bertanya kepadanya tentang Abu Bakar dan Umar, ia menjawab, “Wahai Salim, ikutilah keduanya (Abu Bakar dan Umar) dan berlepas dirilah dari musuh mereka berdua, karena keduanya adalah pemimpin di jalan hidayah.” Lalu Ja’far ash-Shadiq melanjutkan, “Wahai Salim, apakah seorang laki-laki akan mencela kakeknya? Abu Bakar adalah kakekku, sungguh aku tidak akan mendapat syafaat dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam jika aku tidak mengikuti mereka dan tidak berlepas diri dari musuh mereka.”
Dan Ja’far bin Muhammad – atau dikenal dengan Ja’far ash-Shadiq ini – meriwayatkan dari ayahnya – yaitu Muhammad bin Ali bin al-Husain bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum –, ia berkata, “Pernah ada lelaki yang datang kepada ayahku – yaitu Ali bin al-Husain atau yang lebih dikenal dengan Ali Zainal Abidin –, kemudian lelaki itu bertanya, ‘Sampaikan kepadaku tentang Abu Bakar!’ Maka ia menanggapi, ‘Kamu bertanya tentang ash-Shiddiq?’ Lelaki itu berkata, ‘Kamu menyebutnya dengan ash-Shiddiq?!’ Ali Zainal Abidin berkata, ‘Celakalah kamu, orang yang lebih baik dariku telah menyebutnya dengan ash-Shiddiq, yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kaum Muhajirin, dan kaum Anshar. Barangsiapa yang tidak menyebutnya dengan ash-Shiddiq, maka Allah tidak akan membenarkan ucapannya. Pergi dan cintailah Abu Bakar dan Umar, serta ikutilah keduanya, adapun perkara yang menjadi konsekuensinya maka saya yang menanggungnya’.”
Dan ketika ada suatu kaum yang datang dari Irak kemudian menghadap Ali Zainal Abidin, mereka menghina Abu Bakar dan Umar, dan mengolok-olok Utsman, maka Ali Zainal Abidin mencela dan memarahi mereka. Hal ini tidak lain adalah karena pengetahuannya tentang kedudukan dua pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Abu Bakar dan Umar) dan sahabat beliau ketika bersembunyi di dalam gua Tsur. Oleh sebab itu, ketika datang seorang lelaki yang bertanya kepada Ali Zainal Abidin, “Bagaimana kedudukan Abu Bakar dan Umar di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Maka Ali Zainal Abidin kemudian menunjuk makam Rasulullah seraya berkata, “Kedudukan mereka berdua di sisi Rasulullah seperti kedudukan mereka berdua sekarang ini (Makam Abu Bakar dan Umar berada di sisi makam Rasulullah).”
- Bakar bin Abdullah al-Muzani rahimahullah berkata:
ما سَبَقَهُم أَبُو بَكْرٍ بِكَثْرَةِ صَلَاةٍ وَلَا صِيَامٍ ، وَلَكِنْ بِشَيْءٍ وَقَـرَ فِي قَلْبِهِ
“Abu Bakar tidak mengungguli para sahabat dengan banyaknya shalat dan puasa, akan tetapi dengan sesuatu yang ada dalam hatinya.”
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
يَا سَائِلي عَنْ مَذْهَبِي وَعَقيدَتِي = رُزِقَ الهُدى مَنْ لِلْهِدايةِ يَسأَلُ
Wahai orang yang bertanya kepadaku tentang mazhab dan akidahku,
Petunjuk itu akan dikaruniakan kepada orang yang memintanya.
اسمَعْ كَلامَ مُحَقِّقٍ في قَولِه = لا يَنْثَني عَنهُ ولا يَتَبَدَّلُ
Dengarlah perkataan ahli tahqiq saat berucap,
Yang tidak berbelok atau berubah dari ucapannya.
حُبُّ الصَّحابَةِ كُلُّهُمْ لي مَذْهَبٌ = وَمَوَدَّةُ القُرْبى بِها أَتَوَسّلُ
Mencintai seluruh sahabat adalah mazhabku,
Dan kecintaan kepada kerabat Nabi, dengan inilah aku bertawasul.
وَلِكُلِّهِمْ قَدْرٌ وَفَضْلٌ ساطِعٌ = لكِنَّما الصِّديقُ مِنْهُمْ أَفْضَلُ
Mereka semua memiliki kedudukan dan keutamaan yang tinggi,
Namun ash-Shiddiq adalah yang paling utama di antara mereka.
17. Abu Bakar dan keluarganya menghimpun banyak sekali keutamaan yang tidak dihimpun oleh keluarga muslim lainnya
Keluarga Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu telah memberi pelayanan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti ketika beliau mempersiapkan diri untuk berhijrah, dan seperti yang dilakukan oleh Abdullah bin Abu Bakar dan saudarinya – Asma’ binti Abu Bakar – yang memasok makanan dan berita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau bersama Abu Bakar bersembunyi di dalam gua. Selain itu, Aisyah yang menjadi istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan putri Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu wa ‘anha.
Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata:
أَرْبَعَة تَنَاسَلُوا رَأَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَبُو قُحَافَةَ وَابْنُهُ أَبُو بَكْرٍ وَابْنُهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ وَابْنُهُ مُحَمَّدٌ
“Empat generasi yang melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, Abu Quhafah (ayah Abu Bakar), anaknya yaitu Abu Bakar, dan anak Abu Bakar yaitu Abdurrahman, dan anak Abdurrahman yaitu Muhammad.”
Amalan-amalan beliau
Salah satu amalan beliau yang paling agung adalah kesegeraannya dalam memeluk agama Islam, dan berhijrah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta keteguhannya saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat.
Kemudian di antara amalan beliau sebelum hijrah adalah memerdekakan tujuh budak yang semuanya dalam keadaan disiksa karena memeluk agama Allah, mereka adalah Bilal bin Abi Rabah, Amir bin Fuhairah, Zunairah (ar-Rumiyah), an-Nahdiyah dan putrinya, budak wanita dari Bani al-Mu’ammal, dan Ummu Ubais.
Sedangkan di antara amalan yang beliau lakukan setelah mengemban khilafah adalah memerangi orang-orang yang murtad. Beliau merupakan lelaki yang lembut dan pengasih, namun di saat memerangi orang-orang yang murtad, beliau lebih teguh dan tegas daripada Umar radhiyallahu ‘anhu yang dikenal sebagai orang yang teguh dalam berpendapat dan tegas dalam perkara yang berkaitan dengan Allah.
Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, kemudian Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, dan banyak orang Arab yang kembali kafir. Umar berkata, “Wahai Abu Bakar, bagaimana kamu akan memerangi orang-orang itu sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Aku diperintahkan untuk memerangi orang-orang hingga mereka mengucapkan Laa ilaaha illallah. Barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallah, maka harta dan jiwanya terlindungi dariku kecuali dengan cara yang benar, sedangkan hisabnya kembali kepada Allah’?” Maka Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku pasti akan memerangi orang yang membedakan antara shalat dan zakat, karena zakat adalah kewajiban dari harta. Demi Allah jika mereka enggan membayar kepadaku anak kambing yang dahulu mereka bayarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, niscaya aku akan memerangi mereka karena keengganan itu.” Maka Umar berkata, “Demi Allah, yang aku lihat darinya itu tidak lain adalah karena Allah telah membuka hati Abu Bakar untuk memerangi mereka, sehingga aku mengetahui bahwa itu adalah kebenaran.”
Pendirian Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu yang teguh dan tegas waktu itu telah tercatat baginya, bahkan ada ungkapan bahwa Allah menolong agama Islam dengan Abu Bakar di yaum ar-riddah (saat banyak orang Arab yang kembali murtad setelah wafatnya Nabi), dan dengan Ahmad bin Hambal di yaum al-fitnah (saat muncul fitnah yang menyatakan al-Qur’an adalah makhluk pada masa kekuasaan al-Makmun).
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pun memerangi orang-orang yang murtad dan enggan membayar zakat, sehingga Allah membinasakan Musailamah al-Kadzab pada masa kekhalifahan beliau.
Selain itu beliau juga melaksanakan pengiriman pasukan Usamah yang ingin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam laksanakan semasa hidup beliau menuju negeri Syam.
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, berhasil ditaklukkan banyak negeri Syam dan Irak. Pada masa beliau juga al-Qur’an berhasil dihimpun (dalam tulisan) setelah beliau memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk menghimpunnya.
Beliau adalah orang yang mengenal hakikat orang lain, oleh sebab itu beliau enggan untuk memberhentikan Khalid bin al-Walid (sebagai panglima perang), beliau berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menyarungkan pedang yang telah Allah hunuskan kepada musuh-Nya hingga Allah sendiri yang menyarungkannya.” (HR. Imam Ahmad dan lainnya).
Pada masa kekhalifahan beliau, juga terjadi perang Dzul Qissah. Ketika itu beliau bertekad untuk memimpin sendiri pasukannya hingga Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu memegang tali kekang hewan tunggangannya seraya berkata, “Ke mana engkau hendak pergi wahai khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Aku sampaikan kepada engkau apa yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada engkau pada perang Uhud, ‘Sarungkan pedangmu dan janganlah engkau menyakiti kami karena kehilangan engkau’. Kembalilah ke Madinah! Karena demi Allah, jika kami kehilangan engkau maka agama Islam tidak akan dapat terorganisir selamanya.” Maka Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu kembali ke Madinah dan tetap mengirim pasukannya.
Dahulu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu juga orang Arab yang paling luas pengetahuannya tentang nasab.
Kezuhudan beliau:
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu wafat tanpa meninggalkan sepeserpun dirham atau dinar.
Diriwayatkan dari al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
لمَّا اَحْتَضَرَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : يَا عَائِشَةُ اُنْظُرِي اللّقْحَةَ الَّتِي كُنَّا نَشْرَبُ مِنْ لَبَنِهَا وَالْجَفْنَةَ الَّتِي كُنَّا نَصْطَبِحُ فِيهَا وَالْقَطِيْفَةَ الَّتِي كُنَّا نَلْبَسُهَا فَإِنَّا كُنَّا نَنْتَفِعُ بِذَلِكَ حِينَ كُنَّا فِي أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ ، فَإِذَا مِتُّ فَارْدِدِيْهِ إلَى عُمَرَ ، فَلَمَّا مَاتَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أُرْسِلَتْ بِهِ إلَى عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : رَضِيَ اللَّهُ عَنْك يَا أَبَا بَكْرٍ لَقَد أَتْعَبْتَ مَنْ جَاءَ بَعْدَك .
Saat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu mengalami sakaratul maut, beliau berkata, “Wahai Aisyah, lihatlah unta yang biasa kita minum air susunya, dan wadah yang biasa kita pakai untuk pelita, serta kain beludru yang biasa kita pakai, dahulu kita memanfaatkan itu semua saat kita mengemban urusan kaum Muslimin, maka jika aku wafat, kembalikanlah itu semua kepada Umar.” Dan ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu wafat, aku membawanya kepada Umar radhiyallahu ‘anhu. Lalu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Semoga Allah meridhai engkau wahai Abu Bakar, sungguh engkau telah membuat lelah orang setelahmu (jika ingin mengikuti jejakmu).”
Sikap wara beliau:
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang wara dan zuhud terhadap dunia, bahkan ketika beliau mengemban khilafah, beliau tetap bekerja mencari nafkah. Namun Umar melarangnya, dan kaum muslimin sepakat untuk mengambil sebagian dari Baitul mal untuk Abu Bakar sebagai upah atas tugas kekhalifahan yang beliau kerjakan.
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
كَانَ لِأَبِي بَكْرٍ غُلَامٌ يَخْرُجُ لَهُ الْخَرَاج ، وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ يَأْكُلُ مِنْ خَرَاجِهِ ، فَجَاء يوماً بِشَيْء ، فَأَكَلَ مِنْهُ أَبُو بَكْرٍ ، فَقَالَ لَهُ الْغُلَام : تَدْرِي مَا هَذَا ؟ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ : وَمَا هُوَ ؟ قَال : كُنْت تَكَهَّنْتُ لِإِنْسَانٍ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَمَا أُحْسِنُ الْكِهَانَةَ إلَّا أَنِّي خَدَعْتُهُ ، فَلَقِيَنِي فَأَعْطَانِي بِذَلِك فَهَذَا الَّذِي أَكَلْتَ مِنْهُ ، فَأَدْخَلَ أَبُو بَكْرٍ يَدَه فَقَاءَ كُلَّ شَيْءٍ فِي بَطْنِهِ
Dahulu Abu Bakar memiliki budak laki-laki yang bekerja untuknya, dan Abu Bakar mengambil hasil kerja budak itu untuk makan. Namun pada suatu hari budak itu datang membawa suatu makanan dan Abu Bakar memakan sebagiannya. Lalu budak itu berkata kepadanya, “Anda tahu makanan dari mana ini?” Abu Bakar bertanya, “Memangnya dari mana?” Budak itu menjawab, “Dulu aku pernah menjadi dukun bagi seseorang di masa jahiliyah, sebenarnya aku tidak mengerti perdukunan, akan tetapi aku menipunya. Kemudian orang itu berjumpa denganku dan memberiku makanan yang Anda makan itu.” Maka Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam mulut sehingga beliau memuntahkan seluruh isi perutnya. (HR. al-Bukhari).
Wafat beliau:
Abu Bakar wafat pada hari senin, Jumadal Ula, tahun 13 Hijriyah pada usia 63 tahun.
Semoga Allah meridhainya dan menjadikannya ridha, dan mengumpulkan kita bersamanya di negeri kemuliaan-Nya.
Saya benar-benar paham bahwa saya belum memenuhi hak Abu Bakar (dalam penulisan biografi ini). Sungguh beliau telah melelahkan orang setelahnya, bahkan terhadap orang yang menulis biografi beliau, apalagi dengan orang yang hanya menukil sekelumit dari biografi beliau!