Kisah Sahabat Nabi

Abu Malik al-Asy’ari

Kita akan berbicara tentang seorang sahabat yang bernama Ka’ab bin Ashim radhiallahu ‘anhu. Kun-yahnya Abu Malik. Ia berasal dari kabilah Asy’ar. Sehingga ada nama al-Asy’ari di belakang namanya. Yang artinya orang Asy’ar.

Nama dan Keislamannya

Sejarawan berbeda pendapat tentang nama asli Abu Malik. Namun yang masyhur, nama beliau adalah Ka’ab bin Ashim al-Asy’ari.

Ia memeluk Islam bersama kaumnya. Saat itu Ka’ab bin Malik datang menemui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menaiki perahu. Setelah menjadi sahabat Nabi, ia turut berperang bersama beliau dan juga meriwayatkan hadits darinya.

Bersama Rasullah

Para sahabat Nabi sering mengajurkan pertanyaan kepada beliau. Sudah barang tentu, pertanyaan-pertanyaan itu sesuai dengan permasalahan yang tengah mereka hadapi. Suatu hari, Abu Malik al-Asy’ari bertanya kepada Rasulullah. Ia berkata, “Kebaikan apa yang sempurna”? Nabi menjawab,

أن تعمل في السِّر عمل العلانية

“Engkau kerjakan secara rahasia, amalan yang (umumnya) dilihat orang.” [Majmu’ az-Zawa-id, 18089].

Meriwayatkan Hadits

Pertama: Di antara hadits yang diriwayatkan oleh Abu Malik adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ليشرَبنَّ ناسٌ من أمَّتي الخمرَ يُسمُّونَها بغيرِ اسمِها، يُعزَفُ علَى رءوسِهِم بالمعازفِ، والمغنِّياتِ، يخسِفُ اللَّهُ بِهِمُ الأرضَ، ويجعَلُ منهمُ القِرَدةَ والخَنازيرَ

“Sunngguh pasti akan terjadi ada manusia di tengah umatku, seseorang yang meminum khamr. Lalu dia namakan dengan yang bukan namanya. Ditabuh di atas kepala mereka alat-alat musik dengan biduan wanita. Allah akan membenamkan mereka ke bumi. Dan menjadikan sebagian dari mereka kera dan babi.” [Shahih Ibnu Majah, 3263].

Hadits ini menunjukkan bahwa semua yang disebutkan di atas adalah haram hukumnya. Kemudian ada yang menghalalkannya. Kemudian Nabi juga mengabarkan tentang tanda kiamat.

Kedua: Hadits lainnya,

أَرْبَعٌ في أُمَّتي مِن أمْرِ الجاهِلِيَّةِ، لا يَتْرُكُونَهُنَّ: الفَخْرُ في الأحْسابِ، والطَّعْنُ في الأنْسابِ، والاسْتِسْقاءُ بالنُّجُومِ، والنِّياحَةُ وقالَ: النَّائِحَةُ إذا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِها، تُقامُ يَومَ القِيامَةِ وعليها سِرْبالٌ مِن قَطِرانٍ، ودِرْعٌ مِن جَرَبٍ.

“Ada empat hal di tengah umatku yang merupakan perbuatan jahilyah tapi sulit mereka tinggalkan. Berbangga dengan keturunan. Mencela nasab. Meminta hujan dengan bintang-bintang. Dan meratapi kematian.” Beliau melanjutkan, “Seorang yang meratapi kematian kalau tidak bertaubat sebelum meninggal, hari kiamat ia diberdirikan didirikan dia di hari kiamat dan dia akan dipakaikan celana dan leburan aspal dan dipakaikan baju kurung dari kuman.” [HR. Muslim dalam shahihnya No: 934].

Zaman jahiliyah telah berlalu. Namun Sebagian sifat-sifat jahiliyyah masih ada hingga sekarang. Dan Nabi juga mengingatkan kalau meratapi kematian itu bukanlah masalah ringan. Nabi sebutkan ancaman khusus yang menunjukkan hal itu adalah dosa besar.

Ketiga: Diriwayatkan juga dari Abu Malik al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن في الجنة غرفا، يرى ظاهرها من باطنها، وباطنها من ظاهرها أعدها الله لمن ألان الكلام، وأطعم الطعام، وتابع الصيام، وصلى بالليل والناس نيام

“Sungguh di surga ada kamar-kamar yang bagian luarnya bisa dilihat dari dalam. Dan bagian dalamnya bisa dilihat dari luar. Allah ‘Azza wa Jalla siapkan itu untuk orang-orang yang memberi makan, merutinkan puasa, dan shalat di saat malam kala manusia terlelap.” [HR. al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman].

Surga adalah cita-cita tertinggi seorang muslim. Keindahannya benar-benar tak bisa terbayangkan. Dan Nabi memotivasi, di antara amalan yang dapat memasukkan seseorang ke surga kemudian menikmati berbagai macam hal di dalamnya dengan cara memberi makan orang lain, rutin puasa, dan shalat malam.

Keempat: Dari Abu Malik al-Asy’ari, ia berkata,

أَنَّهُمْ بَيْنَمَا هُمْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ فَذَكَرَ قَوْمًا لَيْسُوا بِأَنْبِيَاءَ وَلا شُهَدَاءَ، يَغْبِطُهُمُ النَّبِيُّونَ بِمَقْعَدِهِمْ وَقُرْبِهِمْ مِنَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ثُمَّ قَالَ: “هُمْ عِبَادُ اللَّهِ مِنْ بُلْدَانٍ شَتَّى وَقَبَائِلَ شَتَّى، مِنْ شُعُوبِ الْقَبَائِلِ لَمْ يَكُنْ بَيْنَهُمْ أَرْحَامٌ يَتَوَاصَلُونَ بِهَا، وَلا دُنْيَا يَتَبَاذَلُونَهَا، تَحَابُّوا بِرُوحِ اللَّهِ يَجْعَلُ اللَّهُ لَهُمْ مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ، وَيَجْعَلُ وُجُوهَهُمْ نُورًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ قُدَّامَ الرَّحْمَنِ، يَفْزَعُ النَّاسُ وَلا يَفْزَعُونَ، وَيَخَافُ النَّاسُ وَلا يَخَافُونَ

“Mereka pernah berada di sisi Rasulullah. Lalu Nabi menceritakan sekelompok orang, mereka bukan para nabi dan juga syuhada. Namun para nabi iri (ghibthoh) dengan kedudukan mereka yang dekat dengan Allah di hari kiamat. Kemudian Nabi bersabda, ‘Mereka hamba-hamba Allah yang berasal dari negeri dan kabilah yang beragama. Mereka berasal dari suku dan kabilah yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Tidak juga memiliki dunia yang saling diberikan di antara mereka. Namun mereka saling mencintai karena Allah. Allah memberikan unutk mereka mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya. Membuat wajah mereka bercahaya pada hari kiamat. Mereka datang menemui Allah Ar-Rahman. Pada kondisi itu orang-orang gemetar sementara mereka tidak. Orang-orang ketakutan namun mereka tidak.” [Al-Uluw, No: 100. Menurutu adz-Dzahabi sanad hadits ini baik].

Hadits ini menunjukkan betapa utamanya cinta dan benci karena Allah Ta’ala. Amalan ini akan membuahkan kebaikan besar di dunia dan akhirat. Sebuah amalan hati yang faidahnya membuat para nabi takjub dengan kedudukan pelakunya di akhirat kelak. Para Nabi juga menginginkan kedudukan yang mereka dapati.

Hadits ini menunjukkan luas rahmat Allah. Seseorang yang tak punya, miskin tak bisa memberi. Atau seseorang yang cacat sehingga tak bisa melakukan amalan hebat. Mereka semua tetap bisa mengalahkan orang yang kaya dan orang yang gagah. Dengan apa? Dengan amalan hati mereka. Artinya, Allah bukakan peluang kepada para hamba-Nya untuk mencapai kedudukan yang tinggi di akhirat.

Kelima: Dari Abdurrahman bin Ghanam, Abu Malik al-Asy’ari menyampaikan sebuah hadits padanya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إسباغُ الوضوءِ شطرُ الإيمانِ ، والحمدُ للَّهِ تملأُ الميزانَ ، والتَّسبيحُ والتَّكبيرُ يملأُ السَّماواتِ والأرضَ ، والصَّلاةُ نورٌ ، والزَّكاةُ برْهانٌ ، والصَّبرُ ضياءٌ ، والقرآنُ حجَّةٌ لَكَ أو عليْكَ

“Menyempurnakan wudhu adalah separuh keimanan. Ucapan alhamdulillah memenuhi timbangan. Ucapan tasbih (subhanallah) dan takbir (Allahu akbar) memenuhi langit dan bumi. Shalat adalah cahaya. Zakat adalah bukti keimanan. Sementara sabar itu cahaya yang membakar. Dan Alquran itu hujjah yang akan membantumu atau malah mengadilimu.” [Shahih an-Nasai, No: 2436].

Hadits ini membahas tentang pokok ajaran Islam. Di dalamnya Nabi menyebutkan hal-hal penting yang menjadi kebutuhan umat Islam di dunia dan akhirat.

Keenam: Abu Malik al-Asy’ari berkata, Rasulullah bersabda,

إن الله قال من انتدب خارجًا في سبيلي غازيًا ابتغاء وجهي وتصديق وعدي وإيمانًا برسلي فهو ضامن على الله إما يتوفاه في الجيش بأي حتف شاء فيدخله الجنة, وإما يسيح في ضمان الله وإن طالت غيبته حتى يرده إلى أهله مع ما نال من أجر وغنيمة وقال: من فصل في سبيل الله فمات أو قتل أو وقصه فرسه أو بعيره أو لدغته هامة أو مات على فراشه بأي حتف شاء الله فإنه شهيد

“Sesungguhnya Allah telah berfirman bahwa barangsiapa berangkat untuk berjuang di jalan-Ku, berperang karena-Ku, dan membenarkan janji-Ku serta iman kepada rasul-rasul-Ku, maka dia berada di dalam jaminan Allah. Adakalanya Allah mewafatkannya di dalam pasukan itu, maka Allah memasukkannya ke dalam surga. Dan adakalanya dia kembali dalam jaminan Allah, sekalipun ia berpergian jauh dan lama menghilang, hingga Allah mengembalikannya kepada keluarganya bersama dengan apa yang diperolehnya berupa pahala dan ganimah.”

Nabi juga mengatakan, “Siapa yang berangkat di jalan Allah, lalu mati. Atau terbunuh. Atau ditendang oleh kudanya. Atau oleh ontanya. Atau disengat oleh serangga. Atau mati di atas tempat tidurnya dengan cara kematian apapun yang dikehendaki Allah, maka dia adalah orang yang mati syahid.” [Mu’jam al-Kabir, 3418].

Ketujuh: Dari Abu Malik al-Asy’ari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الطُّهُورُ شَطْرُ الإيمانِ، والْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلأُ المِيزانَ، وسُبْحانَ اللهِ والْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَآنِ -أَوْ تَمْلأُ- ما بيْنَ السَّمَواتِ والأرْضِ، والصَّلاةُ نُورٌ، والصَّدَقَةُ بُرْهانٌ، والصَّبْرُ ضِياءٌ، والْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ، أوْ عَلَيْكَ، كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبايِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُها، أوْ مُوبِقُها.

“Kebersihan itu sebagian dari iman. Ucapan alhamdulillah memenuhi timbangan. Ucapan subhanallahu dan alhamdulillah keduanya memenuhi langit dan bumi. Shalat adalah cahaya. Sdekah adalah bukti keimanan. Sabar adalah cahaya yang membakar. Dan Alquran itu hujjah yang akan membelamu atau mengadilimu. Setiap jiwa manusia melakukan amal untuk menjual dirinya, maka sebagian mereka ada yang membebaskannya (dari siksa Alloh) dan sebagian lain ada yang menjerumuskannya (dalam siksa-Nya).” [HR. Muslim dalam Shahihnya No: 223].

Ucapan Subhanallahu dan alhamdulillah sangat besar nilainya. Sampai bisa memenuhi langit dan bumi. Namun mengamalkannya adalah permasalahan taufik dari Allah. Dengan keutamaan yang besar ini, ternyata kita lihat masih banyak orang meninggalkan dzikir ini selesai shalat mereka.

Wafatnya

Abu Malik al-Asy’ari adalah seorang sahabat yang senantiasa menasihati karena Allah Ta’ala. Di antara buktinya, di akhir hayatnya, ia melakukan hal ini. Menunjukkan ini kebiasaan hidupnya. Syuraih bin Ubaid bercerita, “Saat di penghujung hidupnya, Abu Malik al-Asy’ari berkata kepada kaumnya, ‘Wahai orang-orang Asy’ar, hendaknya orang yang hadir di sini menyampaikan pada yang tidak hadir. Sungguh aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حلوة الدنيا مرة الآخرة ومرة الدنيا حلوة الآخرة

“Manisnya dunia pahitnya akhirat. Dan pahitnya dunia adalah manisnya akhirat.” [HR Ahmad, At-Tabrani dalam Al-Kabir, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dan Al-Baihaqi dari Abu Malik Al-Asy’ari, menurut Imam Suyuti hadits ini shahih].

Abu Malik al-Asy’ari wafat pada masa pemerintah Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Syahr bin Hausyab berkata, dari Ibnu Ghanam bahwa Muadz bin Jabal, Abu Ubaidah, dan Abu Malik wafat karena wafat karena terkena wabah tha’un. Yaitu wabah tha’un amwas di masa pemerintahan Umar bin al-Khattab.

Abu Malik wafat pada tahun 18 H.

Diterjemahkan dengan penambahan dari https://islamstory.com/ar/artical/33995/أبو_مالك_الأشعري

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com

Flashdisk Video Belajar Iqro - Belajar Membaca Al-Quran

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28