Penduduk Madinah di awal kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki karakter yang berbeda dengan penduduk Mekah. Kota yang dulunya bernama Yatsrib itu memiliki penduduk yang heterogen dibanding Mekah yang homogen. Di Madinah, mata pencarian penduduknya berkebun dan sebagian yang lain berdagang. Sementara Mekah didominasi oleh pedagang. Dari sisi keyakinan, di Madinah ada Yahudi, ada musyrik paganis, dan ada komunitas Islam yang baru bertumbuh. Sementara Mekah hanya ada orang-orang musyrik paganis dan minoritas muslim.
Awal kedatangan Rasulullah di Madinah, ditandai dengan penolakan oleh komunitas Yahudi dan musyrik. Bedanya, penolakan itu tidak dilakukan secara terang-terangan. Komunitas Yahudi tidak menerima kalau nabi akhir zaman berasal dari bangsa Arab. Sementara musyrikin tidak menerima adanya dakwah yang menyerukan untuk menyembah hanya kepada satu Tuhan saja. Seperti apa sebenarnya respon kedua komunitas ini terhadap kedatangan Rasulullah?
Sikap Yahudi Terhadap Rasulullah
Sejak awal, sebenarnya orang-orang Yahudi tidak menyambut baik kehadiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Kota Madinah. Namun, mereka tidak berani melakukan penolakan secara frontal. Karena banyak dari penduduk Madinah yang memeluk Islam bahkan tidak sedikit tokoh-tokoh negeri hijrah itu yang beriman. Menampilkan penolakan serta permusuhan secara terang-terangan malah akan menimbulkan masalah untuk mereka sendiri.
Orang-orang Yahudi tahu persis bahwa nabi akhir zaman akan muncul di tanah Arab. Mereka mendapat informasi itu dari kitab suci mereka dan pemuka agama mereka. Karena itu, mereka migrasi ke tanah Arab dengan harapan salah satu dari mereka diangkat menjadi nabi tersebut.
Saat mereka mengetahui ternyata nabi akhir zaman tersebut dari bangsa Arab, sebagian besar dari mereka menolak dan mengingkarinya. Tidak ada yang beriman dari mereka kecuali sebagian kecil saja. Di antara tokoh Yahudi yang beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abdullah bin Salam radhiallahu ‘anhu. Ia adalah tokoh Yahudi Madinah dan putra dari tokoh mereka pula.
Meskipun mendapatkan penolakan dari Yahudi, Rasulullah tetap berinteraksi bersama mereka dengan penuh ketenangan. Beliau berusaha mendekati dan meraih hati mereka. Beliau layani pertanyaan-pertanyaan mereka, meskipun terkesan tendesius. Hingga sebagian dari mereka pun dekat dengan Islam.
Di antara upaya pendekatan yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak segera meminta kepada Allah perubahan arah kiblat. Awal tiba di Madinah, kiblat kaum muslimin menghadap ke arah Baitul Maqdis. Hal itu terus berlangsung selama tujuh belas bulan sejak Nabi hijrah. Kemudian, Nabi juga menyariatkan puasa di hari Asyura sebagaima yang mereka lakukan. Dan beberapa hal-hal lainnya.
Allah Ta’ala melalui Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin agar orang-orang Yahudi menyadari bahwa ajaran yang beliau bawa ini bukan sesuatu yang asing bagi mereka. Nabi akhir zaman ini adalah saudara dari Rasul yang mulia di kalangan mereka, Musa dan Harun ‘alaihimassalam.
Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma menjelaskan tetang metode pendekatan yang dilakukan Rasulullah di awal periode Madinah.
كَانَ النَّبِيَّ ﷺ يَسْدِلُ شَعْرَهُ، وَكَانَ المُشْرِكُونَ يَفْرُقُونَ رُءُوسَهُمْ، وَكَانَ أَهْلُ الكِتَابِ يَسْدِلُونَ رُءُوسَهُمْ، وَكَانَ النَّبِيُّ ﷺ يُحِبُّ مُوَافَقَةَ أَهْلِ الكِتَابِ فِيمَا لَمْ يُؤْمَرْ فِيهِ بِشَيْءٍ، ثُمَّ فَرَقَ النَّبِيُّ ﷺ رَأْسَهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menye-ngaja gaya rambut terurai. Orang-orang musyrik biasanya menyisir rambut dengan adanya belahan rambut. Sementara ahlul kitab membiarkan rambut mereka terurai. Nabi memilih sama dengan ahlul kitab dalam hal-hal yang bukan bagian dari ajaran. Kemudian (setelah orang-orang musyrik memeluk Islam) nabi menyisir rambutnya dengan belahan.” [al-Bukhari, Kitab al-Manaqib, Bab Sifatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam No: 3365 dan Muslim dalam kitab al-Fadhail, Bab fi Sadlin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Sya’ri Ra’sihi ila Janibaihi, No: 2336].
Inilah upaya dan strategi pendekatan ala Nabi. Beliau ingin menciptakan kenyamanan dan mengupayakan penerimaan. Sampai beliau melakukan penyesuaian dari sisi gaya menyisir rambut. Beliau lebih memilih sama dengan orang-orang ahlul kitab dibanding orang-orang musyrik.
Tatkala orang-orang Yahudi menampakkan pengingkaran mereka secara terang-terangan, Rasulullah pun terang-terangan menampilkan bahwa beliau berbeda dengan mereka. Ditambah lagi orang-orang musyrik sudah berubah menjadi kaum muslimin. Beliau tampil beda dalam segala hal dengan mereka.
Sikap Orang-Orang Musyrik Terhadap Rasulullah
Kondisi penolakan serupa juga ada di komunitas musyrikin penyembah berhala di Madinah. Mereka tidak menyambut baik kedatangan Nabi Muhammad di kota mereka. Tapi, dibanding musyrikin Mekah permusuhan mereka lebih ringan.
Secara umum, musyrikin Madinah lebih sopan. Lebih terbuka dan santun dalam muamalah. Karena pada asalnya, paganisme (penyembahan berhala) penduduk Madinah tidak begitu fanatik seperti kondisi di Mekah. Ditambah lagi penduduk Madinah tidak menjadikan penduduk Mekah sebagai figur teladan seperti kebanyakan orang-orang Arab lainnya. Inilah di antara alasan mengapa Rasulullah memilih Madinah sebagai tempat hijrah. Bukan tempat lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berinteraksi dengan orang-orang musyrik Madinah seperti interaksi beliau dengan manusia pada umumnya. Praktik yang beliau lakukan ini jelas membantah tuduhan sebagian orang.
Sebagian orang menyangka seorang yang religius akan sulit berinteraksi dengan masyarakat. Orang yang teguh memegang agama akan timpang memperlakukan orang yang berbeda keyakinan dengannya. Rasulullah adalah teladan muslim sepanjang masa. Beliau bertransaksi jual beli dengan orang-orang musyrik Madinah. Saling memberi hadiah. Saling menjamu. Beliau mempraktikkan akhlak mulia. Artinya, seorang muslim yang taat memiliki teladan. Dan realita juga membuktikan bahwa muslim yang taat bisa hidup berdampingan dengan masyarakat yang majemuk tanpa mengorbankan keyakinan. Metode yang diterapkan Rasulullah ini pula yang menyebabkan islamisasi di Madinah terjadi secara berproses dan bertahap.
Namun perlu diketahui, kondisi di atas bukan berarti bahwa semua orang-orang musyrik Madinah berlaku toleran dan santun terhadap umat Islam. Sebagian dari mereka, khususnya tokoh-tokoh mereka, menolak kehadiran Islam dan kaum muslimin. Di antara tokoh mereka yang menolak dengan keras adalah Abdullah bin Ubay Ibnu Salul. Ia seorang pemuka Khazraj.
Sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah, Kabilah Aus dan Khazraj sepakat akan mengangkat Abdullah bin Ubay menjadi penguasa Madinah. Tapi, Saat Nabi tiba di Madinah, masyarakat menyerahkan kepemimpinan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini membuat Abdullah bin Ubay murka dan menyimpan amarah kepada Nabi. Iapun menjadi salah seorang yang paling membenci Rasulullah dan Islam.
Adapun musyrik di luar Kota Madinah, secara umum mereka adalah badui. Karakter mereka kasar dan kurang ber-adab. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menempuh kebijakan politik yang beragam terhadap mereka. Satu kabilah beliau perlakukan dengan perjanjian damai, seperti kabilah Juhainah. Sementara kabilah-kabilah yang keras, seperti Bani Sulaim, beliau perlakukan dengan angkat senjata (Man Huwa Muhammad oleh Raghib as-Sirjani, Hal: 344-346).
Sumber: https://islamstory.com/ar/artical/3409684/موقف-اليهود-و-المشركين-من-الرسول-صلى-الله-عليه-و-سلم
Oleh Nurfitri Hadi (IG: nurfitri_hadi)
Artikel www.KisahMuslim.com