السؤال
من الذي كتب القرآن وكيف تم تجميعه ؟
Pertanyaan:
Siapa yang menulis al-Quran dan bagaimana kodifikasi (pengumpulan)nya?
الجواب
الحمد لله. أولا : قد تكفل الله تعالى بحفظ هذا القرآن بنفسه فقال : ( إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ ) الحجر/9 . قال ابن جرير الطبري في تفسيره (14/8) : يقول تعالى ذكره إنا نحن نزلنا الذكر وهو القرآن وإنا له لحافظون قال وإنا للقرآن لحافظون من أن يزاد فيه باطل ما ليس منه أو ينقص منه ما هو منه من أحكامه وحدوده وفرائضه اهـ
Jawaban:
Alhamdulillah. Pertama, bahwa Allah sendiri yang Memelihara al-Quran dengan firman-Nya,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kamilah Yang Menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya Kami (pula) Yang Memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9).
Ibnu Jarir at-Tabari —Semoga Allah Merahmatinya— mengatakan dalam Tafsirnya (8/14): “Allah Subẖānahu wa Taʿālā Mengatakan dalam firman-Nya, ‘Sesungguhnya Kamilah Yang Menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya Kami (pula) Yang Memeliharanya,’ maksudnya bahwa, ‘Kami sungguh akan Menjaga al-Quran terhadap tambahan palsu yang ditambahkan padanya yang bukan bagian darinya dan juga terhadap pengurangan sesuatu yang merupakan bagian darinya, baik yang berkaitan dengan masalah hukum, hudud, maupun warisan.” Selesai kutipan.
وقال السعدي في تفسيره (ص : 696) :
إنا نحن نزلنا الذكر أي : القرآن الذي فيه ذكرى لكل شيء من المسائل والدلائل الواضحة ، وفيه يتذكر من أراد التذكر . وإنا له لحافظون أي : في حال إنزاله وبعد إنزاله ، ففي حال إنزاله حافظون له من استراق كل شيطان رجيم، وبعد إنزاله أودعه الله في قلب رسوله، واستودعه في قلوب أمته ، وحفظ الله ألفاظه من التغيير فيها والزيادة والنقص ، ومعانيه من التبديل، فلا يحرف مُحَرِّف معنىً من معانيه إلا وقيض الله له من يبين الحق المبين، وهذا من أعظم آيات الله ونعمه على عباده المؤمنين، ومن حفظه أن الله يحفظ أهله من أعدائهم، ولا يسلط عليهم عدوا يجتاحهم اهـ
As-Sa’di —Semoga Allah Merahmatinya— berkata dalam Tafsirnya (hal. 696) bahwa “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Quran…” yakni al-Quran memuat pembahasan terhadap segala permasalahan dan bukti-bukti yang jelas. Di dalamnya ada pengingat bagi orang yang ingin diingatkan. “…Dan sesungguhnya Kami (pula) Yang Memeliharanya…” yakni saat diturunkan maupun setelah diturunkan. Saat diturunkan dipelihara dari semua setan yang terkutuk yang berusaha mencuri-curi kesempatan untuk mendengarnya. Pun setelah diturunkan dipelihara dengan diletakkan dalam dada (hafalan) rasul-Nya Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam lalu ditempatkan dalam dada-dada umatnya. Allah Menjaga lafaz-lafaznya dari perubahan, penambahan, atau pengurangan, dan juga (Menjaga) makna-maknanya dari distorsi. Oleh sebab itu, tidak ada seorang pun yang menyelewengkan makna-maknanya walaupun sedikit kecuali Allah pasti Datangkan padanya orang yang akan menjelaskan kebenaran sejelas-jelasnya. Inilah salah satu tanda kebesaran Allah dan salah satu nikmat dari-Nya yang agung bagi para hambaNya yang beriman, maka barang siapa yang menjaganya, niscaya Allah akan Menjaga keluarganya dari musuh-musuh mereka sehingga musuh-musuh tersebut tidak bisa menguasai dan membinasakan mereka.” Selesai kutipan.
أنزل القرآن على النبي صلى الله عليه وسلم مفرقاً ، على مدى ثلاث وعشرين سنة ، قال الله تعالى : ( وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلا ) الإسراء/106 . قال السعدي رحمه الله : أي : وأنزلنا هذا القرآن مفرقًا، فارقًا بين الهدى والضلال، والحق والباطل . ( لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ ) أي : على مهل ، ليتدبروه ويتفكروا في معانيه، ويستخرجوا علومه . ( وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيلا ) أي : شيئًا فشيئًا ، مفرقًا في ثلاث وعشرين سنة اهـ تفسير السعدي (ص : 760) .
Al-Quran diturunkan kepada Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam secara bertahap selama dua puluh tiga tahun. Allah Subẖānahu wa Taʿālā Berfirman,
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلا
“Dan Al-Qur’an (Kami Turunkan) berangsur-angsur agar engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami Menurunkannya secara bertahap.” (QS. Al-Isra’: 106).
As-Sa’di —Semoga Allah Merahmatinya— mengatakan bahwa artinya, “Kami Menurunkannya berangsur-angsur untuk menjadi pembeda antara petunjuk dan kesesatan serta kebenaran dan kebatilan. “…Agar engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan…” yakni dengan pelan-pelan supaya mereka bisa menadaburi dan menghayati makna-maknanya serta mengambil ilmu darinya. “…Dan Kami Menurunkannya secara bertahap…” yakni sedikit demi sedikit selama rentang waktu dua puluh tiga tahun. Selesai kutipan dari Tafsir as-Sa’di, halaman 760.
ثانيا : كانت الكتابة قليلة في العرب ، وقد وصفهم الله بذلك في قوله : ( هو الذي بعث في الأميين رسولاً منهم ) الجمعة / 2 ، فكانوا يحفظون القرآن في صدورهم ، وقليل منهم كان يكتب بعض آيات أو سور على الجلود والحجارة الرقاق ونحو ذلك .
ثالثا : نهى النبي صلى الله عليه وسلم في أول الأمر عن كتابة شيءٍ سوى القرآن ونهاهم عن كتابة كلامه مؤقتا حتى تتوافر همم الصحابة على حفظ القرآن وكتابته ولا يختلط كلام النبي صلى الله عليه وسلم بكلام الله تعالى فيبقى القرآن محفوظاً من الزيادة فيه أو النقص .
Kedua, bahwa budaya menulis di kalangan orang Arab kala itu tidaklah kuat. Allah Menggambarkan keadaan mereka dalam sabda-Nya,
هو الذي بعث في الأميين رسولاً منهم
“Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri…” (QS. Al-Jumu’ah: 2).
Oleh karena itu, mereka biasa menghafal al-Quran dengan hati sedangkan hanya sebagian kecil dari mereka yang menulis beberapa ayat atau surah pada kulit binatang, batu yang tipis, dan sejenisnya.
Ketiga, bahwa pada masa-masa awal, Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam melarang penulisan apa pun selain al-Quran termasuk melarang para Sahabat menulis sabdanya Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam untuk sementara waktu agar mereka fokus menghafal al-Quran dan menulisnya dan agar sabda-sabda Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam tidak tercampur dengan firman Allah Subẖānahu wa Taʿālā sehingga al-Quran terjaga penambahan atau pengurangan.
رابعا : وكَّل النبي صلى الله عليه وسلم جماعة من الصحابة الأمناء الفقهاء حتى يكتبوا الوحي ، وهم ما عرفوا في تراجمهم بكتاب الوحي كالخلفاء الأربعة وعبد الله بن عمرو بن العاص ومعاوية بن أبي سفيان وزيد بن ثابت وغيرهم رضي الله عنهم أجمعين .
خامساً : أنزل القرآن على سبعة أحرف كما صح ذلك عن النبي صلى الله عليه وسلم من حديث عمر بن الخطاب رضي الله عنه . رواه البخاري ( 2287 ) ، ومسلم ( 818 ) وهي لغات العرب المشهود لها بالفصاحة .
Keempat, Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memberi tugas kepada sekelompok Sahabat yang amanah dan cerdas untuk menuliskan wahyu. Mereka adalah figur-figur yang sudah dikenal dalam biografi-biografi mereka sebagai para penulis wahyu, seperti ‘Khalifah yang Empat’, Abdullah bin Amr bin al-ʿĀṣh, Muawiyah bin Abi Sufyan, Zaid bin Tsabit, dan selain mereka —Semoga Allah Meridai mereka semua.
Kelima, bahwa al-Quran diturunkan dalam ‘tujuh huruf’ (tujuh dialek) sebagaimana diriwayatkan dalam hadis sahih dari Umar bin Khattab —Semoga Allah meridainya— dari Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari (2287) dan Muslim (818). Inilah dialek-dialek bahasa Arab yang dianggap fasih.
سادساً :
بقي القرآن محفوظاً في صدور الحفاظ من الصحابة وعلى الجلود وغيرها إلى زمان الخليفة أبي بكر الصديق رضي الله عنه ، وفي حروب الردة قتل كثير من حفاظ القرآن من الصحابة فخشي أبو بكر- رضي الله عنه – أن يذهب القرآن ويضيع في صدور الصحابة ، فاستشار كبار الصحابة لجمع القرآن كاملا في كتابٍ واحدٍ حتى يبقى محفوظاً من الضياع ، وأوكل المهمة إلى جبل الحفظ زيد بن ثابت رضي الله عنه فأخرج البخاري في ” صحيحه ” ( 4986 ) عن زَيْدَ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : أَرْسَلَ إِلَيَّ أَبُو بَكْرٍ مَقْتَلَ أَهْلِ الْيَمَامَةِ فَإِذَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ عِنْدَهُ ، قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : إِنَّ عُمَرَ أَتَانِي ، فَقَالَ : إِنَّ الْقَتْلَ قَدْ اسْتَحَرَّ [أي : كثر] يَوْمَ الْيَمَامَةِ بِقُرَّاءِ الْقُرْآنِ ، وَإِنِّي أَخْشَى أَنْ يَسْتَحِرَّ الْقَتْلُ بِالْقُرَّاءِ بِالْمَوَاطِنِ فَيَذْهَبَ كَثِيرٌ مِنْ الْقُرْآنِ ، وَإِنِّي أَرَى أَنْ تَأْمُرَ بِجَمْعِ الْقُرْآنِ . قُلْتُ : لِعُمَرَ كَيْفَ تَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟
Keenam, al-Quran masih terperlihara dalam dada para hafiz dari kalangan Sahabat selain yang tertulis pada kulit hewan dan media lainnya hingga masa khalifah Abu Bakar aṣ-Ṣiddīq —Semoga Allah meridainya.
Dalam perang Riddah, banyak Sahabat penghafal al-Quran terbunuh sehingga Abu Bakar —Semoga Allah meridainya— khawatir bahwa al-Quran akan hilang dari dalam dada para sahabat. Maka beliau —Semoga Allah meridainya— berkonsultasi dengan para sahabat senior untuk mengumpulkan seluruh al-Quran dalam satu mushaf agar tetap terjaga dan tidak hilang. Dia mempercayakan tugas ini kepada ‘pemimpin para penghafal’, yakni Zaid bin Tsabit —Semoga Allah meridainya.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Sahih-nya (4986) bahwa Zaid bin Tsabit —Semoga Allah meridainya— mengatakan, “Abu Bakar aṣ-Ṣiddīq memanggilku terkait tewasnya pasukan pada perang Yamamah. Ketika itu Umar bin Khattab sedang berada bersamanya. Abu Bakar kemudian berkata, ‘Umar telah datang kepadaku dan berkata: “Korban tewas pada perang Yamamah banyak dari kalangan para hafiz al-Quran. Aku khawatir akan ada lebih banyak korban dari kalangan para hafiz al-Quran di medan perang lainnya sehingga beresiko banyak bagian al-Quran akan hilang. Karena itu, aku menyarankan agar Anda (Abu Bakar) mengeluarkan perintah untuk pengodifikasian al-Quran.” Aku berkata kepada Umar, ‘Bagaimana engkau akan melakukan sesuatu yang Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam tidak melakukannya?’ Umar berkata, ‘Demi Allah, ini adalah sesuatu yang baik.’
فَلَمْ يَزَلْ عُمَرُ يُرَاجِعُنِي حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرِي لِذَلِكَ ، وَرَأَيْتُ فِي ذَلِكَ الَّذِي رَأَى عُمَرُ . قَالَ زَيْدٌ : قَالَ أَبُو بَكْرٍ : إِنَّكَ رَجُلٌ شَابٌّ عَاقِلٌ لا نَتَّهِمُكَ ، وَقَدْ كُنْتَ تَكْتُبُ الْوَحْيَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَتَتَبَّعْ الْقُرْآنَ فَاجْمَعْهُ . قال زيد : فَوَاللَّهِ لَوْ كَلَّفُونِي نَقْلَ جَبَلٍ مِنْ الْجِبَالِ مَا كَانَ أَثْقَلَ عَلَيَّ مِمَّا أَمَرَنِي بِهِ مِنْ جَمْعِ الْقُرْآنِ . قُلْتُ : كَيْفَ تَفْعَلُونَ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ : هُوَ وَاللَّهِ خَيْرٌ . فَلَمْ يَزَلْ أَبُو بَكْرٍ يُرَاجِعُنِي حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ صَدْرِي لِلَّذِي شَرَحَ لَهُ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا . فَتَتَبَّعْتُ الْقُرْآنَ أَجْمَعُهُ مِنْ الْعُسُبِ وَاللِّخَافِ وَصُدُورِ الرِّجَالِ ، حَتَّى وَجَدْتُ آخِرَ سُورَةِ التَّوْبَةِ مَعَ أَبِي خُزَيْمَةَ الْأَنْصَارِيِّ لَمْ أَجِدْهَا مَعَ أَحَدٍ غَيْرِهِ ( لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ …) حَتَّى خَاتِمَةِ بَرَاءَةَ فَكَانَتْ الصُّحُفُ عِنْدَ أَبِي بَكْرٍ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ عِنْدَ عُمَرَ حَيَاتَهُ ، ثُمَّ عِنْدَ حَفْصَةَ بِنْتِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ .
Umar terus-menerus mendesakku sampai Allah Membuka hatiku untuk menerima usulannya. Lalu aku berpendapat sebagaimana pendapat Umar dalam masalah ini.’”
Zaid mengisahkan bahwa Abu Bakar lantas berkata (kepada Zaid), “Kamu adalah pemuda yang dewasa dan cerdas dan kami tidak memiliki kecurigaan kepadamu. Kamu sendiri sudah menulis wahyu ilahi untuk Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam, maka telusurilah al-Quran dan kumpulkan.” Zaid berkata, “Demi Allah, seandainya mereka memerintahkanku untuk memindahkan sebuah gunung, itu tidak lebih berat bagiku daripada perintah mengumpulkan al-Quran ini. Kemudian saya berkata (kepada Abu Bakar), ‘Bagaimana Anda akan melakukan sesuatu yang Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam tidak pernah melakukannya?’
Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, itu adalah hal yang baik.” Beliau terus-menerus mendesakku sampai Allah Membuka hatiku untuk sesuatu yang untuknya hati Abu Bakar dan Umar —Semoga Allah meridai mereka— juga dibuka oleh Allah sebelumnya. Kemudian aku menelusuri al-Quran dan mengumpulkannya dari pelepah-pelepah kurma, batu-batu tulis, dan hafalan para penghafal hingga aku mendapatkan ayat terakhir surah at-Taubah,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ
“Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami…” (QS. At-Taubah: 128) dari Abu Khuzaimah al-Ansari, yang tidak aku dapatkan dari orang lain selain dia, yang dengannya selesai surah al-Barā’ah.
Lembaran-lembaran ini disimpan oleh Abu Bakar hingga beliau —Semoga Allah meridainya— wafat, lalu disimpan oleh Umar —Semoga Allah meridainya— selama beliau hidup, dan kemudian disimpan oleh Hafsah binti Umar —Semoga Allah meridainya”
Al-‘Usub adalah pelepah kurma. Mereka biasa mengambilnya lalu menulis secara membujur. Likhāf adalah batu yang tipis.
وكان الصحابي زيد بن ثابت رضي الله عنه يحفظ القرآن ولكن اتخذ منهجا في التثبت فكان لا يقبل أن يكتب آية إلا أن يُشهد على ذلك اثنين من الصحابة أنهما سمعاها من رسول الله صلى الله عليه وسلم . واستمر هذا المصحف بيد الخلفاء إلى زمن الخليفة الراشد عثمان بن عفان رضي الله عنه ، وكان الصحابة رضي الله عنهم قد تفرقوا في البلاد وكانوا يقرؤون القرآن على حسب ما سمعوه من رسول الله صلى الله عليه وسلم من الأحرف السبعة ، فكان تلاميذهم يقرأ كل واحد منهم على حسب ما أقرأه شيخه .
Zaid bin Tsabit —Semoga Allah meridainya— sendiri adalah seorang Sahabat hafiz al-Quran tapi dia memiliki metode khusus untuk mengonfirmasi validitasnya, yaitu bahwa dia tidak akan menulis satu ayat kecuali setelah ada dua Sahabat yang bersaksi bahwa mereka telah mendengarnya dari Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Mushaf inilah yang disimpan oleh para khalifah hingga masa Khulafaur Rasyidin keempat, Utsman bin Affan —Semoga Allah meridainya. Ketika itu para Sahabat —Semoga Allah meridainya— telah tersebar ke berbagai negeri sedangkan mereka mengajarkan al-Quran dengan ‘Tujuh Huruf’ sesuai yang mereka dengar dari Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Kemudian setiap murid mereka membacanya menurut apa yang dibacakan oleh masing-masing guru mereka.
وكان التلميذ إذا سمع قارئاً يقرأ بخلاف قراءته أنكر عليه وخطأه وهكذا حتى خشي بعض الصحابة أن تحدث فتنة بين التابعين ومن بعدهم فرأى أن يجمع الناس على حرف واحد وهو لغة قريش التي نزل القرآن عليها أولاً لرفع الخلاف وحسم الأمر فاستشار عثمان رضي الله عنه فوافق على هذا الرأي . فروى البخاري في “صحيحه” (4988) عن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ قَدِمَ عَلَى عُثْمَانَ وَكَانَ يُغَازِي أَهْلَ الشَّأْمِ فِي فَتْحِ إِرْمِينِيَةَ وَأَذْرَبِيجَانَ مَعَ أَهْلِ الْعِرَاقِ فَأَفْزَعَ حُذَيْفَةَ اخْتِلَافُهُمْ فِي الْقِرَاءَةِ فَقَالَ حُذَيْفَةُ لِعُثْمَانَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَدْرِكْ هَذِهِ الأُمَّةَ قَبْلَ أَنْ يَخْتَلِفُوا فِي الْكِتَابِ اخْتِلافَ الْيَهُودِ وَالنَّصَارَى فَأَرْسَلَ عُثْمَانُ إِلَى حَفْصَةَ أَنْ أَرْسِلِي إِلَيْنَا بِالصُّحُفِ نَنْسَخُهَا فِي الْمَصَاحِفِ ثُمَّ نَرُدُّهَا إِلَيْكِ فَأَرْسَلَتْ بِهَا حَفْصَةُ إِلَى عُثْمَانَ فَأَمَرَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ وَسَعِيدَ بْنَ الْعَاصِ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ فَنَسَخُوهَا فِي الْمَصَاحِفِ
Ketika itulah jika seorang murid mendengar seseorang membaca dengan cara yang berbeda dengan caranya membaca, dia akan mengingkarinya dan menyalahkannya. Demikian yang terjadi hingga sebagian Sahabat khawatir akan terjadi masalah di tengah para tabiin dan orang-orang yang datang setelah mereka. Lantas mereka berpikir perlunya menyatukan orang-orang dengan satu bacaan. Inilah dialek suku Quraisy yang kepada mereka al-Quran diturunkan untuk pertama kali. Ini dilakukan demi melerai perselisihan dan menyelesaikan masalah. Lalu mereka berkonsultasi dengan Utsman —Semoga Allah meridainya— dan dia setuju dengan gagasan ini.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Sahih-nya (4988) dari Anas bin Malik —Semoga Allah meridainya— bahwa Hudzaifah bin al-Yaman —Semoga Allah meridainya— datang menemui Utsman saat dia bersama penduduk Syam dan Irak sedang berperang untuk menaklukkan Armenia dan Azerbaijan. Hudzaifah tercengang dengan perselisihan mereka dalam bacaan al-Quran, maka dia berkata kepada Utsman, “Wahai Amirul Mukminin! Selamatkan umat ini sebelum mereka berselisih tentang Kitab ini (al-Qur’an) seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani.”
Lalu Utsman —Semoga Allah meridainya— mengirim pesan ke Hafsah —Semoga Allah meridainya— “Kirimkan kepada kami mushaf al-Quran agar kami menyalinnya dalam beberapa mushaf lalu kami akan mengembalikannya kepadamu.”
فَأَرْسَلَتْ بِهَا حَفْصَةُ إِلَى عُثْمَانَ فَأَمَرَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ الزُّبَيْرِ وَسَعِيدَ بْنَ الْعَاصِ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ فَنَسَخُوهَا فِي الْمَصَاحِفِ وَقَالَ عُثْمَانُ لِلرَّهْطِ الْقُرَشِيِّينَ الثَّلاثَةِ إِذَا اخْتَلَفْتُمْ أَنْتُمْ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ فِي شَيْءٍ مِنْ الْقُرْآنِ فَاكْتُبُوهُ بِلِسَانِ قُرَيْشٍ فَإِنَّمَا نَزَلَ بِلِسَانِهِمْ فَفَعَلُوا حَتَّى إِذَا نَسَخُوا الصُّحُفَ فِي الْمَصَاحِفِ رَدَّ عُثْمَانُ الصُّحُفَ إِلَى حَفْصَةَ وَأَرْسَلَ إِلَى كُلِّ أُفُقٍ بِمُصْحَفٍ مِمَّا نَسَخُوا وَأَمَرَ بِمَا سِوَاهُ مِنْ الْقُرْآنِ فِي كُلِّ صَحِيفَةٍ أَوْ مُصْحَفٍ أَنْ يُحْرَقَ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَخْبَرَنِي خَارِجَةُ بْنُ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ سَمِعَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ قَالَ فَقَدْتُ آيَةً مِنْ الْأَحْزَابِ حِينَ نَسَخْنَا الْمُصْحَفَ قَدْ كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ بِهَا فَالْتَمَسْنَاهَا فَوَجَدْنَاهَا مَعَ خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ الْأَنْصَارِيِّ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَأَلْحَقْنَاهَا فِي سُورَتِهَا فِي الْمُصْحَفِ .
Hafsah —Semoga Allah meridainya— lalu mengirimkannya kepada Utsman —Semoga Allah meridainya. Kemudian beliau memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-ʿĀṣh, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam —Semoga Allah meridai mereka— untuk menyalinnya dalam beberapa mushaf. Utsman —Semoga Allah meridainya— berkata kepada tiga lelaki Quraisy, “Jika kalian dan Zaid bin Tsabit berselisih tentang sesuatu dalam al-Quran, maka tulislah dengan dialek Quraisy, karena al-Quran diturunkan dengan bahasa mereka.” Mereka lalu melakukannya hingga mereka selesai menulisnya ke dalam beberapa salinan (mushaf).
Utsman kemudian mengembalikan mushaf (salinan aslinya) kepada Hafsah. Utsman lantas mengirim ke setiap wilayah satu mushaf yang mereka salin tersebut sekaligus memerintahkan agar semua ayat al-Quran lainnya, baik yang ditulis dalam lembaran atau mushaf, dibakar.
قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَأَخْبَرَنِي خَارِجَةُ بْنُ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ سَمِعَ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ قَالَ فَقَدْتُ آيَةً مِنْ الْأَحْزَابِ حِينَ نَسَخْنَا الْمُصْحَفَ قَدْ كُنْتُ أَسْمَعُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ بِهَا فَالْتَمَسْنَاهَا فَوَجَدْنَاهَا مَعَ خُزَيْمَةَ بْنِ ثَابِتٍ الْأَنْصَارِيِّ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَأَلْحَقْنَاهَا فِي سُورَتِهَا فِي الْمُصْحَفِ .
وبذلك انقطع الخلاف واتفقت الكلمة وبقي القرآن متواترا ومحفوظا في صدور الرجال إلى يوم القيامة وكان هذا من حفظ الله تعالى لكتابه مصداقاً لقوله تعالى : ( إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون ) الحجر / 9 . والله اعلم .
Ibnu Syihab —Semoga Allah Merahmatinya— berkata, “Kharijah bin Zaid bin Tsabit mengatakan kepada saya bahwa dia mendengar Zaid bin Tsabit berkata, ‘Aku sempat melewatkan satu ayat dalam surah al-Ahzab saat kami menyalin mushal al-Quran, padahal aku pernah mendengar Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam membacanya. Maka kami mencarinya dan kami menemukannya dari Khuzaimah bin Tsabit al-Ansari, yaitu:
رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ
‘Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, …’ (QS. Al-Ahzab: 23) lalu kami menempatkannya pada tempatnya di surah tersebut dalam mushaf.”
Dengan demikian, perselisihan telah usai, suara mereka telah bulat, dan al-Quran tetap tersebar secara mutawatir serta terjaga dalam dada manusia sampai hari Kiamat. Inilah bentuk penjagaan dari Allah Subẖānahu wa Taʿālā terhadap kitab-Nya yang membenarkan firman-Nya,
إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون
“Sesungguhnya Kamilah Yang Menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya Kami (pula) Yang Memeliharanya.” (QS. Al-Hijr: 9). Allah Yang lebih Mengetahui.
Sumber:
https://islamqa.info/ar/answers/10012/من-الذي-كتب-القران-وكيف-تم-تجميعه